Isra Miraj Bukan Dongeng, Tapi Mukjizat Nabi Muhammad Saw
Bukan Dongeng, Isra' Mi'raj adalah
Mukjizat Nabi Muhammad Saw
By Teuku Zulkhairi
Menanggapi tuduhan bahwa kepercayaan manusia berjumpa dengan Tuhan di langit
sudah ada jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW dan bahwa Isra' Mi'raj hanyalah
dongeng atau mitos, kita perlu mendekati masalah ini dengan pemahaman yang
lebih mendalam tentang konteks sejarah, spiritualitas, dan perbedaan antara
mitos dan mukjizat dalam perspektif agama Islam. Mari kita lihat beberapa poin
yang bisa membantu meyakinkan mereka yang meragukan peristiwa Isra' Mi'raj
dengan pendekatan yang lebih komprehensif.
Pertama, Isra' Mi'raj adalah Mukjizat
Nabi Muhammad Saw
Dalam agama Islam, peristiwa Isra'
Mi'raj tidaklah dilihat sebagai mitos, melainkan sebagai mukjizat yang
diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Mitos adalah kisah atau
cerita yang berkembang di masyarakat yang sering kali mengandung unsur khayalan
dan tidak didasarkan pada kebenaran yang faktual. Sementara itu, mukjizat
adalah peristiwa luar biasa yang terjadi atas kuasa Allah dan sering kali
digunakan sebagai bukti keutamaan seorang nabi atau rasul.
Isra' Mi'raj bukanlah cerita atau
kepercayaan yang dibangun oleh manusia pada masa tertentu, melainkan sebuah
peristiwa yang langsung dialami oleh Nabi Muhammad SAW, yang kemudian
diteruskan melalui wahyu dan hadis sebagai bagian dari keyakinan umat Islam.
Seperti mukjizat lainnya dalam Islam, seperti pembelahan laut oleh Nabi Musa
atau kebangkitan Nabi Isa dari kematian, Isra' Mi'raj adalah tanda kekuasaan
Allah yang tidak bisa dipahami dengan akal manusia biasa.
Memang benar bahwa dalam beberapa
tradisi keagamaan yang lebih tua, ada kepercayaan atau mitos yang menggambarkan
manusia yang berinteraksi dengan Tuhan di langit. Namun, penting untuk dipahami
bahwa hal tersebut adalah bagian dari interpretasi religius yang berkembang di
budaya dan agama masing-masing pada waktu itu. Dalam tradisi Yunani, misalnya,
ada cerita tentang para dewa yang turun dari langit atau manusia yang naik ke
dunia dewa-dewa.
Namun, yang membedakan Isra' Mi'raj
dalam Islam adalah bahwa peristiwa ini bukan hanya sekadar perjalanan simbolik
atau spiritual, tetapi juga perjalanan nyata yang melibatkan tubuh Nabi
Muhammad SAW secara fisik yang dibawa dalam keadaan nyata (bukan dalam mimpi
atau khayalan). Perjalanan ini dimaksudkan sebagai bukti nyata dari kekuasaan
Allah yang menguasai segala sesuatu, termasuk ruang dan waktu. Dalam konteks
ini, peristiwa tersebut tidak hanya mengandung nilai mitologis, tetapi juga
nilai teologis yang sangat kuat dalam agama Islam.
Meskipun dalam banyak budaya ada cerita serupa tentang pertemuan manusia dengan
Tuhan atau dewa-dewa di langit, itu tidak bisa disamakan begitu saja dengan
Isra' Mi'raj. Banyak dari cerita-cerita tersebut berhubungan dengan gambaran
antropomorfis (penyandian sifat manusia pada Tuhan atau dewa), sedangkan dalam
Islam, Tuhan (Allah) tidak bisa disamakan dengan makhluk lain, tidak ada yang
serupa dengan-Nya, dan tidak ada seorang pun yang bisa melihat-Nya dengan mata
fisik di dunia ini.
Isra' Mi'raj adalah pengalaman unik yang
hanya dialami oleh Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir, yang membawa wahyu
final untuk umat manusia. Dengan kata lain, tidak ada cerita lain yang
benar-benar sebanding, karena tidak ada nabi atau rasul lainnya yang mengalami
peristiwa seperti ini, yang menunjukkan kedekatan Nabi Muhammad dengan Allah
yang sangat istimewa.
Sebagai bukti kebenaran peristiwa Isra'
Mi'raj, kita mengandalkan wahyu Allah dalam Al-Qur'an dan hadis yang
mengisahkan peristiwa tersebut. Dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan perjalanan
Nabi Muhammad SAW dalam surah Al-Isra' (17:1), yang berbunyi:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِي بَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَتِنَا
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Maha Suci Allah yang telah memperjalankan
hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa
yang Kami berkahi sekelilingnya, untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat."
Selain itu,
hadis-hadis shahih menjelaskan lebih lanjut tentang perjalanan Nabi Muhammad
SAW ke langit, bertemu dengan para nabi, dan menerima perintah untuk
melaksanakan shalat lima waktu. Perjalanan ini bukanlah metafora atau
simbolisme, tetapi terjadi dalam keadaan nyata yang hanya bisa dijelaskan
dengan keimanan kepada Allah dan pengetahuan yang terbatas manusia.
Kedua, Logika Keimanan dan
Kepercayaan terhadap Mukjizat.
Bagi umat Islam, kebenaran Isra' Mi'raj
adalah bagian dari keimanan kepada Allah dan kepada rasul-Nya. Keimanan dalam
Islam tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bisa dibuktikan secara logika atau
ilmiah, tetapi juga menerima bahwa Allah adalah Maha Kuasa dan segala sesuatu
yang terjadi atas kehendak-Nya adalah mungkin, meskipun di luar jangkauan akal
manusia.
Selain itu, dalam pandangan Islam, banyak hal yang tidak bisa dijelaskan secara
ilmiah atau logis—misalnya, kehidupan setelah mati atau surga dan neraka—tetapi
itu tidak mengurangi kebenarannya bagi orang yang beriman. Oleh karena itu,
meskipun ada tantangan untuk menjelaskan Isra' Mi'raj secara rasional atau
ilmiah, bagi umat Islam, peristiwa tersebut adalah bagian dari wahyu yang harus
diterima dengan penuh iman.
Jadi, bagi mereka yang melihat Isra'
Mi'raj sebagai mitos, penting untuk menyadari bahwa peristiwa ini bukanlah
sekadar cerita atau mitos belaka, tetapi sebuah mukjizat yang terjadi dengan
izin Allah dan merupakan bagian dari ajaran Islam yang sangat mendalam.
Sementara kepercayaan tentang manusia yang berjumpa dengan Tuhan di langit
memang ada dalam tradisi lain, dalam Islam, peristiwa Isra' Mi'raj memiliki
makna yang sangat spesial dan unik, sebagai tanda kekuasaan Allah yang
melampaui pemahaman manusia biasa.
Mereka yang meragukan kebenarannya bisa
dibimbing untuk memahami bahwa Isra' Mi'raj bukanlah sesuatu yang dapat
dijelaskan dengan logika atau sains manusia, tetapi sebuah peristiwa ilahi yang
terjadi di luar batasan alam yang kita pahami. Sebagai umat Islam, kita
menerima Isra' Mi'raj sebagai kenyataan yang mengandung hikmah, kedekatan Nabi
Muhammad SAW dengan Allah, serta sebagai pengajaran penting bagi umat Muslim,
terutama dalam hal ibadah dan pengabdian kepada Tuhan.
Ketiga, Memahami Peristiwa Isra’
Mi’raj dengan Logika
Bagi orang yang mengedepankan logika,
menjelaskan kebenaran peristiwa Isra' Mi'raj bisa menjadi tantangan, karena
peristiwa ini adalah mukjizat yang melibatkan aspek spiritual dan supernatural
yang di luar kemampuan penalaran manusia biasa. Namun, ada beberapa pendekatan
yang bisa digunakan untuk memahami dan menerima kebenaran peristiwa tersebut,
meskipun dengan tetap mengedepankan logika.
Logika pada umumnya beroperasi dalam
batasan hukum alam yang kita pahami, seperti hukum fisika, biologi, dan kimia.
Namun, kita juga tahu bahwa sejarah umat manusia penuh dengan kisah-kisah
mukjizat yang melampaui hukum alam tersebut—seperti pembelahan laut oleh Nabi
Musa atau api yang tidak membakar Nabi Ibrahim. Dalam konteks ini, orang yang
mengedepankan logika bisa melihat mukjizat Isra' Mi'raj sebagai suatu kejadian
yang melampaui batas pemahaman kita terhadap hukum alam.
Mukjizat dalam Islam diterima sebagai
tanda kekuasaan Allah yang tak terbatas. Sebagaimana Allah mampu menciptakan
alam semesta dan segala isinya, Dia juga mampu melakukan peristiwa luar biasa
seperti Isra' Mi'raj yang tidak bisa dijelaskan dengan akal manusia biasa.
Keempat, Konsep Realitas yang
Melampaui Pengalaman Sensori
Salah satu pendekatan logis yang bisa
digunakan adalah dengan memikirkan tentang "realitas yang melampaui
pengalaman sensori." Dalam filosofi dan ilmu pengetahuan modern, ada
konsep-konsep yang mengusulkan bahwa alam semesta ini jauh lebih kompleks
daripada apa yang kita lihat dengan panca indera kita. Teori fisika kuantum,
misalnya, menunjukkan bahwa ada banyak fenomena di alam semesta ini yang tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya dengan pemahaman kita tentang dunia fisik. Dunia
ini mungkin tidak terbatas pada apa yang dapat kita amati atau pahami melalui
alat-alat ilmiah saat ini.
Dari perspektif ini, Isra' Mi'raj bisa
dipandang sebagai suatu pengalaman yang terjadi di luar batas waktu dan ruang
yang biasa dipahami oleh manusia. Hal ini sejalan dengan penjelasan bahwa tubuh
Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa tersebut mungkin bergerak dalam suatu bentuk
dimensi yang tidak terjangkau oleh sains modern.
Logika juga dapat menerima bahwa
perjalanan spiritual tidak selalu berarti perjalanan fisik semata. Beberapa
pemikir rasional dapat berargumen bahwa peristiwa Isra' Mi'raj mungkin juga
mencakup dimensi non-fisik, seperti perjalanan spiritual atau metafisik. Dalam
hal ini, Isra' Mi'raj tidak hanya dipahami sebagai perjalanan tubuh fisik yang
melanggar hukum fisika, tetapi juga sebagai perjalanan jiwa atau pengalaman
batin yang mendalam, di mana Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dan mengalami
perjumpaan dengan Allah.
Ada juga pandangan yang melihat bahwa
peristiwa ini bisa dipahami sebagai simbolisme dalam tradisi Islam yang
mendalam. Dalam konteks ini, peristiwa Isra' Mi'raj bukan hanya peristiwa
fisik, melainkan juga pelajaran tentang kedekatan spiritual dengan Tuhan.
Secara logis, seseorang yang mengedepankan akal sehat bisa juga membuka diri
pada kemungkinan bahwa pengetahuan manusia terbatas. Ilmu pengetahuan
berkembang dari waktu ke waktu, dan apa yang tidak bisa dijelaskan hari ini
mungkin bisa dijelaskan di masa depan. Oleh karena itu, dalam kerangka logika
yang lebih terbuka, seseorang bisa menerima bahwa fenomena seperti Isra' Mi'raj
mungkin berada di luar kapasitas pemahaman ilmiah saat ini, tetapi bukan
berarti tidak bisa terjadi.
Bagi umat Islam, iman adalah bagian
integral dari pengetahuan dan logika itu sendiri. Iman tidak hanya bergantung
pada bukti empiris atau logika semata, tetapi juga pada wahyu dan keyakinan
kepada Allah. Seorang yang mengedepankan logika dalam konteks ini bisa memahami
bahwa akal manusia terbatas dan perlu menerima bahwa ada aspek kehidupan yang
berada di luar jangkauan akal manusia. Dalam hal ini, Isra' Mi'raj tetap bisa
diterima sebagai kebenaran yang diberikan oleh Allah, meskipun tidak dapat
dijelaskan dengan logika dan sains saat ini.
Bagi orang yang mengedepankan logika,
menjelaskan kebenaran Isra' Mi'raj bisa dilakukan dengan mengakui bahwa
mukjizat tersebut melampaui batas-batas pemahaman manusia. Sementara sains dan
logika bisa menjelaskan banyak hal dalam alam semesta, ada juga hal-hal yang
berada di luar jangkauan pengetahuan manusia, termasuk peristiwa-peristiwa luar
biasa yang terjadi dengan kuasa Allah. Dengan demikian, meskipun sulit
dijelaskan dengan akal dan sains, peristiwa Isra' Mi'raj tetap diterima oleh
umat Islam sebagai bagian dari kebenaran yang tidak terbatas oleh hukum alam
yang kita pahami.
Posting Komentar untuk "Isra Miraj Bukan Dongeng, Tapi Mukjizat Nabi Muhammad Saw"