Wacana Kembalinya Bank Konvensional ke Aceh, Tu Sop Jeunieb Minta Jangan Tergesa-gesa dan Utamakan Pola Pikir Syar'iah
Tu Sop Jeunieb, Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA). Foto dari Fanspage Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab |
Siaran Pers Ketua Umum Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA)
Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab (Tu Sop Jeunieb)
MENYIKAPI KISRUH BANK SYARI’AH DI ACEH DENGAN SIKAP DAN POLA PIKIR SYARIAH
Menyikapi polemik tentang perbankan Syariah dan wacana pengembalian bank konvensional ke Aceh yang belakang menjadi isu publik, saya atas nama pribadi ingin memberikan beberapa pandangan, sebagai berikut:
1. Persoalan perbankan Syariah di Aceh harus disikapi dengan cermat, bijaksana dan penuh kehati-hatian serta harus direspon dengan pola pikir, sikap dan kebijakan yang bersyariah pula.
2. Dalam menyikapi persoalan ini, kita perlu melakukan kajian yang komprehensif agar problem ini dapat dilihat secara secara jelas dan utuh. Kajian ini penting supaya kita dapat menemukan apa sebenarnya kelemahan yang kemudian menyeret syariatisasi perbankan di Aceh ini sampai pada titik perdebatan.
Sebab cara berpikir, sikap dan kebijakan yang tidak didasari atas kajian yang matang akan membuat penyelesaian persoalan ini bias, tidak menyentuh inti persoalan dan berpotensi menyeret kita ke dalam persoalan lain yang baru.
3. Ada 3 aspek yang perlu dikaji, yaitu regulasi, penerapan dan layanan. Apakah ketiga aspek ini sudah memenuhi unsur Syariah atau masih perlu disempurnakan.
Dalam persoalan perbankan ini, ada 3 nilai Syariah yang perlu diperhatikan, yaitu 1). Nilai keadilan 2). Nilai kebaikan 3). Nilai penguatan perawatan prinsip-prinsip yang diperintah di dalam agama. Ketiga nilai ini menjadi instrumen dalam stempel dan label Syariah.
4. Sebagai daerah yang memiliki regulasi Syariah, persoalan public di Aceh harus ditata dan diselesaikan sesuai dengan kaedah-kaedah Syariah. Oleh karena demikian, dalam hal ini perlu kolaborasi yang seimbang antara pengambil kebijakan dalam hal ini forkopimda dengan pemegang otoritas Syariah yaitu Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Kolaborasi ini akan melahirkan kebijakan-kebijakan solutif yang bersyariah.
5. Terkait polemik bank Syariah yang belakangan muncul, saya masih bertanya-tanya letak masalahnya dimana? Jika masalahnya disebabkan ada pihak yang terdhalimi berarti persoalannya terletak pada unsur keadilan. Ketidakadilan ini tentu saja tidak sesuai dengan Syariah. Jika masalahnya karena pelayanan yang tidak maksimal dibanding lembaga keuangan lain itu berarti tidak memenuhi unsur Syariah yang kedua, yaitu unsur nilai kebaikan. Sebab prinsip Syariah itu memudahkan bukan empersulit. Meringankan tanpa membebani. Begitulah seterusnya.
6. Terkait wacana pengembalian bank konvensional ke Aceh, sebaiknya kita jangan tergesa gesa mengabil sikap. Harus ada kajian yang menyeluruh dan mendalam sebelum kita mengambil suatu kesimpulan. Ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan, antara lain: a. Di tengah kondisi perekonomian dan perputaran keuangan di Aceh saat ini, apa untung-ruginya bagi Aceh atas keberadaan atau ketidakberadaan bank konvensional Kembali ke Aceh?
b. Kekuatan keuangan di Aceh saat ini dominan bersumber dari APBN dan APBA. Hanya sedikit yang bersumber dari sector lain seperti pertambangan, perkebunan atau lainnya. Jika pun ada dari sector lain mereka mengelola keuangan dari sumber mana?
Sementara itu, perputaran uang yang bersumber dari APBA didominasi oleh Bank Aceh dan dari APBN berada dalam dominasi BSI.
c. Terlepas dari soal perbankan dan keuangan, kita patut juga mempertanyakan pada diri kita sendiri sejauh mana kita koit penegakan dan penerapan Syariah di Aceh. Terutama dalam urusan public. Legalitas yang bersifat lex specialis itu bukankah keistimewaan yang diperoleh lewat perjuangan panjang para tokoh-tokoh Aceh?
7. Maka atas dasar berbagai pertimbangan yang ada, saya ingin menegaskan beberapa hal, yaitu:
a. Dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul di Aceh, kita harus komit untuk menjaga pola pikir, sikap dan kebijakan agar tidak keluar dari konsep Syariah.
b. *Siapapun yang mengurus Aceh, dalam kebijakannya mesti berproses pada penguatan Syariah*. Semua nilai-nilai Syariah yang memungkinkan diterapkan harus diupayakan semampu kita.
c. *Kita harus komit untuk menghindari praktek penerapan Syariah yang justru menjadi fitnah bagi Syariah itu sendiri* .
Inilah yang dimaksud bersandingnya ulama dan umara. Dalam arti kata kesuksesan penerapan syariat di dalam pemerintahan aceh baru terjadi apabila terkombinasi dengan baik antara keilmuan, etika, skil dan kekuasaan. Inilah yang belum berhasil kita wujudkan.
Posting Komentar untuk "Wacana Kembalinya Bank Konvensional ke Aceh, Tu Sop Jeunieb Minta Jangan Tergesa-gesa dan Utamakan Pola Pikir Syar'iah"