Makam Panjang Teungku Ben Panyang Pha di Desa Leupe Pirak Timu dan Legenda Asal Usul Alue Bungkoh
Makam Teungku Ben Panyang Pha di Desa Leupe Kecamatan Pirak Timu. Mencapai Lebih dari 10 Meter. Banyak kepercayaan masyarakat sekitar tentang sosok yang dimakamkan disini. |
Suara Darussalam - Jika kita ke Desa Leupe kecamatan Pirak Timu (dulu wilayah
Matangkuli), di belakang masjid desa ini kita akan menemukan satu makam
yang panjangnya mencapai 12 meter.
Karena lahir di samping masjid ini, jadi masa-masa kecil saat pulang kesini sy sering singgah di makam ini dan mendengar kisah karomah sosok yang penghuni makam ini.
Orang tua disana menyebutnya dg nama "Teungku Ben
Panyang Pha".
Dulu kabar dari orang tua disini ada tongkat besi beliau yang semakin tahun semakin tenggelam.
Saya ingat masa kecil saya pernah melihat sisa-sisa tongkat ini yg masih bisa terlihat di darat.
Tapi tadi saya kesini saya tidak melihat lagi tongkat ini. Agaknya
sudah tenggelam semua ke dasar tanah seiring waktu.
Hingga saat ini kasih-kisah di luar yang mungkin sulit dicerna
akal masih terdengar terjadi dimana orang-orang disekitar sampai hari ini
masih meyakini karomah Teungku Ben Panyang Pha ini yang entah kapan beliau
hidup.
Pada intinya sejak Nek Tu dan Kakek Buyut saya, legenda Teungku
Ben Panyang Pha sudah diceritakan turun temurun dan mulut ke mulut. Tapi tidak
diketahui persis tahun berapa beliau hidup dan darimana beliau berasal.
Hari ini kita hanya bisa melihat makam beliau yang sangat panjang
ini dan mendengar sejumlah legenda secuil kisah beliau.
Panjangnya makam Teungku Ben Panyang Pha di Pirak Timu ini
mengingatkan saya pada makam Tuan Tapa di Aceh Selatan yang panjangnya hampir
serupa. Sosok yang kemudian namanya diabadikan menjadi nama kota Tapak Tuan di
Aceh Selatan.
Jadi yang menarik adalah kaitan antara Teungku Ben Panyang Pha
dengan asal usul nama Alue Bungkoh yang menjadi Ibukota Kecamatan Pirak Timu di
Aceh Utara.
Sekedar catatan, bahwa Cut Meutia yang menjadi pahlawan Nasional
makamnya juga berada di wilayah pedalaman Pirak Timu.
Jadi...
Nama Alue Bungkoh yang menjadi Ibukota Kecamatan Pirak Timu
menurut legenda kisahnya terkait dengan Teungku Ben Panyang Pha ini.
Singkat cerita, suatu ketika jatuhlah "bungkoh ranup"
(bungkusan) ranup Teungku Ben Panyang Pha di Alue (Alur) ini sehingga
dikemudian hari Alue ini pun disebut dengan "Alue Bungkoh".
Tidak diketahui persis bagaimana kisah runutnya mengenai nama Alue
Bungkoh.
Legenda juga menyebutkan bahwa Teungku Ben Panyang Pha pernah
berkelahi dengan abang beliau yang bernama "Tok Bunda" sehingga di
lokasi perkelahian ini jadilah paya (Payau) sehingga sampai saat ini tempat ini
dikenal dengan "Blang Paya Lama" di Desa Teupin U yang berdekatan dengan
lokasi Ibukota Kecamatan Pirak Timu.
Dan ini juga tidak diketahui persis alasan mengapa kedua Adik
Abang ini sampai berkelahi.
Nah...
Selain kisah Teungku Ben Panyang Pha, di Alue Bungkoh ini juga ada
kisah Abang beliau yang legendaris, yaitu Tok Bunda.
Saya sebut legendaris karena nenek saya dulu sampai mengajarkan
nazam-nazam pendek tentang sosok Tok Bunda kepada Ibu saya. Nazam-nazam ini
sampai hari ini dihafal ibu saya dan hari ini saya catat untuk jadi bahan
tulisan ini.
Jadi nazam berkaitan Tok Bunda dibacakan oleh Ibu saya bunyinya
begini :
"Tok Bunda meu tudong kilet
Han sapue saket ujeun keunong sa
Jak u blang hana pue daleh
Si gunca bijeh laen peunula
Keubue lam weu hana pue tanyeng
100 inong laen yang dara"
Dari nazam yang diwariskan turun temurun ini dan kebetulan Ibu saya masih
mengingatnya, agaknya secara tidak langsung menegaskan sosok luar biasa dari
Tok Bunda ini.
Mungkin saja Tok Bunda ini adalah orang yang sangat sakti dan kaya
di masanya. Atau mungkin saja raja di wilayahnya. Legenda menyebutkan bahwa ia
membuat rumah dengan atap dari kulit kerbau. Jadi ia memiliki kerbau yang
sangat banyak. Begitu juga padi.
Jadi..
Cerita lain juga menyebutkan bahwa Tok Bunda juga dikenal dengan
kisah satu-satunya anak perempuannya yang diculik buaya di Sungai Alue
Thoe.
Jadi anak perempuannya ini suatu ketika bermain dengan "Tukok
U" (pelepah kelapa) seraya mengucapkan kalimat-kalimat "Buya Tukok
Buya Tukok". Tukok U inipun singkat cerita berubah menjadi buaya.
Ntah benar atau tidak tapi sampai hari ini orang-orang tua disini
melarang kita membuang "Tukok U" dan "Boh Kruet" (Jeruk
Perut) ke Sungai. Sangat pantang.
Jadi buaya ini pun membawa anak Tok Bunda ke Sungai Alue Thoe.
Karena marah dengan buaya ini akhirnya Tok Bunda
"menyirami" sungai ini dengan padi beliau yang melimpah sehingga
sungai ini pun berubah menjadi "tho" atau kering.
Makanya hari ini dikenal dengan sebutan "Alue Thoe"
(Alur yang kering) yang awalnya berasal dari Sungai. Tapi di kemudian hari
seiring dengan banjir yang semakin parah di banyak lokasi, Alue Thoe tidak lagi
seperti namanya. Sebab banjir juga masuk ke alur ini.
Alkisah menurut orang tua terdahulu, dulu orang-orang tua dahulu
saat mereka masuk ke sungai ini hingga di kemudian hari masih merasakan
"rasa" padi di kaki sungai Alue Thoe ini.
Ada satu lagi kisah-kisah mulut ke mulut bahwa sampai kini sangat
pantang (dilarang) membuang Tukok U dan jeruk perut ke sungai. Ada yang mau
coba?
Dr. Teuku Zulkhairi
Lahir di Pirak Timu yang dulu wilayah Matangkuli. Besar di Panton Labu
Jambo Ayee dan Matangkuli. Tinggal sekarang di Banda Aceh.
Saya telah berkunjung kemakam beliau yg panjang 12bmeter..dan saya bersama seorang teman masih bs merasakan kekaramatan beliau..
BalasHapusSàat sy pijak kaki di tanah tanpa sandal langsung saya rasakan
Merinding bulubroma sy...
Termasuk kusah tempat mushalat yg karamah
Dan termasuk yg nelpel dipohon
Banyak kisah heliau yg sy dengar dr tutur bbrp org disana
........