Penjelasan tentang Tuhan Duduk bersila di Atas 'Arasy
Oleh Tgk Alizar Usman
Ketika tuhan duduk bersila di atas ‘arasy, maka yang terjadi adalah :
1. Adakalanya tuhan bersentuhan dengan arasy dan adakalanya terpisah. Seandainya tersentuh, maka tidak ada yang tersentuh dengan suatu benda (karena ‘arasy adalah benda) kecuali benda juga. Maka tuhan adalah benda.
Seandainya terpisah dari ‘arasy, maka antara ‘arasy dan tuhan ada jarak pemisah. Jarak pemisah ini bisa jadi suatu yang maujud (ada) dan bisa jadi suatu yang ma’dum (tidak ada). Seandainya jarak pemisah ini suatu yang maujud, maka yang maujud ini bisa jadi qadim dan bisa jadi baharu.
Seandainya yang maujud itu qadim, maka sungguh ada dua qadim, yakni tuhan dan yang maujud tersebut. Maujud yang qadim ini ada dua kemungkinan, bisa jadi dia tuhan dan bisa jadi bukan tuhan.
Seandainya maujud yang qadim ini tuhan, maka sungguh sudah ada dua tuhan dan seandainya bukan tuhan, maka sungguh ada yang qadim selain tuhan yang tidak termasuk ciptaan tuhan. Saingan tuhan kalee......? hehe.
Seandainya jarak pemisah yang maujud ini
bersifat baharu, maka tuhan akan bersentuhan dengan yang baharu ini. Padahal
tidak ada bersentuhan kecuali antara dua benda. Maka tuhan adalah benda.
Seandainya jarak pemisah ini suatu yang ma’dum, maka tidak ada sesuatu antara tuhan dan ‘arasy.
Seandainya tidak ada sesuatupun, maka tuhan dan ‘arasy bersentuhan juga dong. Maka kembali sebagaimana dalam kelompok pertama di atas (tuhan dan ‘arasy bersentuhan).
2. Ada tiga kemungkinan, yakni zat tuhan lebih besar ukurannya dari ‘arasy atau sama ukurannya dengan ‘’arasy atau kemungkinan lain adalah lebih kecil.
Seandainya zat tuhan lebih besar ukurannya dari ‘arasy, tentu ada bagian dari zat tuhan yang tidak tertampung di atas ’arasy. Kalau ini terjadi, maka zat tuhan tersusun dari bagian-bagian, yakni sebagiannya tertampung di atas ‘arasy dan sebagiannya tidak tertampung. Sesuai dengan penjelasan ini, maka tuhan adalah benda. Karena hanya benda yang tersusun dari bagian-bagian.
Dan juga seandainya zat tuhan tersusun dari bagian-bagian, maka ternafilah wahdaniat pada zat Allah Ta’ala. Karena makna wahdaniyat pada zat adalah tidak ada zat yang lain yang sama dengan zat Allah (nafi kam munfashil pada zat) dan zat Allah itu tidak tersusun dari bagian-bagian (nafi kam muttashil pada zat).
Seandainya zat tuhan sama ukurannya dengan ‘arasy, maka konsekwensi logisnya zat tuhan juga tersusun sebagaimana tersusun ‘arasy dari bagian-bagiannya. Dan yang lucunya lagi, kelas tuhan sama dengan kelas ‘arasy, sama-sama besar ya....?
Seandainya zat tuhan lebih kecil dari ‘arasy, masa seh tuhan kalah besar dengan ‘arasy..? Dan lagi, seandainya zat tuhan sama dengan ukuran ‘arasy, maka zat tuhan mempunyai batas sama halnya dengan batas ‘arasy. Ini sama dengan mengatakan tuhan adalah benda, karena hanya benda yang mempunyai batas.
3. Zat tuhan terukur dengan ukuran lebih besar, atau sama atau lebih kecil dari ‘arasy. Sedangkan terukur hanyalah sifat benda. Berdasarkan ini, maka tuhan adalah benda.
4. Seandainya suatu ketika ‘arasy tidak ada (karena setiap selain Allah pasti sirna), maka tuhan tidak dapat duduk bersila lagi di atas ‘arasy. Dengan demikian, maka tuhan membutuhkan ‘arasy untuk dapat tetap duduk di atas ‘arasy. Emang ada yang mau tuhannya jadi tukang butuh?
5.
Tuhan dan Luuh Mahfuzh sama-sama berada di atas ‘arasy. Tuhan dan Luuh
Mahfuzh bersaing dong. Soalnya tuhan dan Luuh Mahfuzh sudah satu level.
Rasulullah SAW bersabda:
إنّ اللهَ لمَا قَضَى الْخَلقَ كَتَب في كِتَابٍ فَهُوَ مَوْضُوعٌ عِنْدَهُ فَوْقَ العَرْشِ إنّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي
Sesungguhnya setelah Allah menciptakan
segala makhluk-Nya Dia menuliskan dalam satu kitab, yang kitab tersebut
kemudian ditempatkan di atas arsy, tulisan tersebut ialah “Sesungguhnya
rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku”.(H.R. al-Bukhari)[1]
Wassalam
[1] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar
Thauq al-Najah, Juz.IV, Hal. 106, No. 3194
Posting Komentar untuk " Penjelasan tentang Tuhan Duduk bersila di Atas 'Arasy"