Universitas di Brunei dan Malaysia Kaji Pemikiran Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, Kitabnya Akan Diajarkan di Masjid-masjid
Tgk Fatahillah bersama Dr. H. Harapandi bin Dahri Pengarah Pusat Penyelidikan dan Pengajian Jawi dan Kitab Turath di BruneiDarussalam. |
Webinar berseri ini akan dilakukan sebanyak 3 pertemuan yaitu pada tanggal 25 maret 2021, 08 april 2021 dan 27 Mei 2021.
Hal tersebut disampaikan melalui siaran pers oleh Tgk Fatahillah, M. Ag, Mahasiswa asal Aceh yang sedang menempuh Studi Doktoral di Brunei Darussalam, Jum'at, 26 Maret 2021.
Disebutkan bahwa Seri pertama webinar ini diisi oleh Dr Faisal bin Husen Ismail dari UTHM selaku dekan di Institut Ahli Sunnah wal Jamaah Universiti Tun Hussein Onn Malaysia dan Dr Hj Harapandi bin Dahri dari KUPU SB selaku Pengarah Pusat Penyelidikan dan Pengajian Jawi dan Kitab Turath, Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan dengan Moderator: Ustaz Muhammad Isa bin Salikin.
Untuk kajian seri pertama pihak panitia memilih judul menjejaki Syeikh Nuruddin Ar-Raniry dengan kitab-kitabnya, namun yang dibahas secara mendalam adalah kitab Shiratal Mustaqim.
Hal ini didukung karena Syeikh Nuruddin Ar-Raniry adalah salah satu penulis tertua di Nusantara.
Apalagi dukungan Balai Khazanah Islam Sultan Haji Hassanal Bolkiah Brunei Darussalam yang menyimpan 5 manuskrip Kitab Shirathal Mustaqim dengan nomor Naskah NUS (Nusantara) 1, NUS 3, NUS 10, NUS 33, dan NUS 39.
Dalam kajian ini disampaikan oleh Dr Faisal bin Husen Ismail diantara dapatan beliau dari beberapa tulisan dan jurnal bahwa Syeikh Nuruddin Ar-Raniry lahir dan besar di Rahe Neer Gujarat India, namun beliau aslinya adalah keturunan Yaman dan ibu beliau seorang Melayu.
Dan Syeikh Nuruddin pernah belajar di Hadramaut Yaman dan Makkah. Syeikh menetap di Aceh selama 7 tahun dan menghasilkan puluhan karya tulis dengan tujuan menyebarkan ilmu dan membantu pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam Ketika itu sehingga tulisan-tulisan syeikh Ketika di Aceh tidak terlepas dari kutipan ke-Acehan.
Sementara Dr Hj Harapandi bin Dahri menyampaikan bahwa karya-karya Syeikh Nuruddin Ar-Raniry tidak hanya di bidang Fiqh saja, tetapi juga dalam bidang Aqidah dan Tasawwuf.
Bahkan syeikh Nuruddin Ar-Raniry memiliki peranan penting dalam memberantas pemahaman wahdatul wujud yang berkembang di Aceh Darussalam Ketika itu.
Kitab Sirathal Mustaqim boleh dikatakan sebagai karya pertama mengenai fiqh ulung yang pernah dihasilkan oleh ulama Nusantara.
Kitab ini merupakan sebuah kitab terlengkap dalam bidang Fiqh walaupun oleh Syeikh Arsyad al-Banjari pengarang kitab Sabilal Muhtadin masih menganggap terdapat kelemahan yakni dari segi bahasa dan istilah-istilah yang terdapat di dalamnya masih menggunakan bahasa dan istilah Aceh sehingga tidak semua orang dapat memahaminya.
Dr Faisal bin Husen Ismail yang juga diketahui sebagai seorang keturunan Aceh menambahkan bahwa kitab Sirathal Mustaqim telah diterjemahkan dalam Bahasa Prancis oleh L. W. C. Van Den Berg dan ke dalam Bahasa Melayu oleh Prof. Madya Dr. Mat Saad Abd. Rahman.
Kitab Sirathal Mustaqim juga telah disempurnakan atau dijadikan kesinambungan oleh Syeikh Arsyad al-Banjari dengan karyanya Sabilal Muhtadin, Syeikh Dawud Abdullah Patani dengan karyanya Bughyatut Thullab, Syeikh Muhammad Shalih dengan karyanya Fathul Mubin dan Syeikh Muhammad Ismail Dawud Patani dengan karyanya Bahrul Wafi wa Nahrus Safi.
Dalam closing statement seri pertama Dr Hj Harapandi bin Dahri mengatakan: sepatutnya kita juga mencintai para Ulama dengan membaca dan mengkaji karangan mereka dan menyebarkan ilmu kepada masyarakat untuk dijadikan pegangan dalam ibadah.
Untuk diketahui bahwa Kerajaan Brunei Darussalam saat ini telah merencanakan pengajaran Kembali kitab-kitab Melayu karangan ulama Nusantara di Masjid-masjid di seluruh kerajaan Brunei Darussalam.
Termasuk diantara kitab Melayu yang akan dijadikan pedoman dalam pengajaran adalah: 1) Matn Sanusiyyah 2) Al-Durr al-Thamin 3) Tajul Arus. 4) Munyah al-Mushalli. 5) Al-Hikam. 6) Tanbih al-Ghafilin. 7) Kifayatul Ghulam. 8) Bidayah al-Hidayah. 9) Matn Jauhar al-Tauhid. 10) Shiratal Mustaqim.
Sebagaimana diketahui, Syaikh Nuruddin Ar-Raniry adalah hakim agung (Qadhi Malikul Adil) di masa kejayaan kerajaan Aceh Darussalam. Syaikh Nuruddin Ar-Raniry di masa hidupnya banyak menulis karya-karya yang dipelajari di berbagai kawasan di Asia Tenggara.
Untuk mengenang nama dan jasanya, nama beliau diabadikan menjadi nama kampus kebanggaan masyarakat Aceh yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.
disini saya sangat tertarik dengan pembahasan wahdatul wujud apakah ada yg berkenan untuk memberi pemikiran apakah itu wahdatul wujud sehinga perlu di hilangkan dan siapa korbanya
BalasHapus