Kisah Tsunami Aceh 18 tahun silam-Tolong anak saya... Bayi-bayi terhanyut dibawa air tsunami
Pemandangan tsunami Aceh di depan Masjid Raya Baiturrahman. Foto: voaindonesia |
Dikisahkan oleh Ainal Mardhiah, Dosen UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
(Sambungan)
Turun dari rumah lantai 3, hendak pulang, dipintu gerbang asrama
haji. Alhamdulillah, bertemu kembali dengan adek, paman, mak cek, abusyik,
sepupu, yang tadi berpisah saat gempa dan air laut menghantam asrama. Karena
masing-masing mereka lari menyelamatkan diri. Ada yang naik ke Asrama Haji
lantai 3 (di lantai 3 Alhamdulillah tidak sampai air).
Terjebak Tsunami di Asrama
Haji Bersama Keluarga Pagi 26 Desember 2004
[Bersambung]
Dikisahkan oleh Ainal
Mardhiah, Dosen UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Suatu senja, kami duduk diteras
rumah tapak gajah yang waktu itu baru kami sewa tiga bulan yang lalu
setelah kami menikah. Kami diskusi rencana mau berangkat ke Banda Aceh,
mau melihat paman berangkat haji di tahun 2004. Akhirnya sepakat kita berangkat
esok paginya...
Sampai di pelabuhan Ulee Lheu,
nampak pemandangan tenda-tenda aparat terpasang rapi di pinggir laut sejauh
mata memandang, dan banyak tentara-tentara disana. Ada serangkaian kegiatan.
Kalau tidak salah menyambut tahun baru 2005.
Baca juga :
Peringati 10 Tahun Tsunami Aceh, Jamaah Berbagai Negara Berzikir di Aceh
Peringati 13 Tahun Tsunami Aceh, Jamaah berbagai negara Berzikir di Aceh
Zikir dan Tausyiah memperingati 16 Tahun Tsunami Aceh
Kami
naik angkutan menuju Mess Sabang. Jadilah malam itu kami menginap di Mes
Sabang. Sepanjang malam kami mendengar suara musik/ben, di seputaran gereja
yang di depan Suzuya Sp.5, di gereja sendiri sepanjang malam sampai pagi diisi
dengan nyanyian.
Baru berhenti seusai sholat shubuh
di Mesjid Raya Baiturrahman.. Baru sepi, sunyi...setelah semalaman bising...
Mungkin sudah pada lelah tidur.
Kami bersiap siap mau ke asrama
haji, naik motor kenangan yang kami beli dari hasil beasiswa waktu kuliah S2.
Motor kami parkir di kuburan umum di samping asrama haji.
Peringatan Tsunami Seharusnya bukan Sebatas Seremoni
Ombusdman : Persoalan Korban Tsunami Belum Selesai
Ainal Mardhiah |
Gempa yang sangat kuat
Sesampai kami di halaman Asrama
Haji Banda Aceh, terjadilah gempa yang sangat kuat.
Sangking kuatnya kita harus
duduk di tanah. Kalau tidak maka akan jatuh dan pusing. Nampak gedung
Asrama Haji yang tiga lantai meliuk ke kiri ke kanan, dan sudah nampak retakan
di tengah-tengah gedung. Terdengar suara himbauan agar semua ke
tengah lapangan karena khawatir gedungnya runtuh..
Baru saja kita menuju lapangan nampak sekelompok burung warna hitam terbang dari arah laut teegesa gesa menuju daratan melintas asrama haji...kami heran, kata suami saya " ini ada sesuatu".
Tiba-tiba air laut naik
Tiba-tiba terdengar teriakan " air
laut naik, air laut naik".
Belum sempat berfikir, nampaklah warna hitam,
menjulang tinggi dari arah laut, menghantam asrama haji.
Orang-orang pada lari ke arah belakang
asrama, kemudian airnya surut. Baru surut sedikit datang lagi gelombang yg
kedua, hampir menenggelamkan kami dan semua orang yang di asrama haji, karena
tinggi airnya hampir 1 lantai gedung 4 meter.
Kami coba naik ke tembok yang mengikat antara
tiang dengan tiang gedung, sambil di dorong naik ke tembok tersebut sama
suami, sata membawa 1 anak orang yang kami juga tidak kenal.
yang ibunya hampir tenggelam membawa 3 orang anak.
Bayi-bayi hanyut...
Nampaklah, orang yang lagi pegangan lelah,
jatuh, tenggelam di bawa arus. Bayi-bayi yang lepas dari ibunya hanyut,
ibunya minta tolong " tolong anak saya" hanya bisa kami
lihat dan tidak bisa kami tolong, Menolong diri saja tidak bisa hanya
"do'a dan tawakkal"...
Ketika gedung yang kami tumpangi mulai
goyang, ternyata tanpa kami sadari, di atas atap itu gedung dah penuh dengan
orang, di dinding yg bisa berpegangan ada juga orang bergantungan.
Ada yang naik ke atap gedung membuka atap
seng dengan tangan kosong, jadinya darah bercucuran dimana mana...orang-orang
terluka, teriakan minta tolong hanya bisa kita dengar tanpa bisa berbuat
apa-apa, cuman bisa "bertawakkal" kepada Allah Swt.
Melihat keadaan itu, suami saya bilang:
"ayo turun dek". Takut bentar lagi ini gedung roboh..belum kami turun
datang lagi gelombang yang ketiga menggenangi 1 lantai gedung 4 meter.
Karena kami di gedung paling belakang yang
cmn lantau 1, airnya sudah terpecah di gedung yang depan, alhamdulillah hanya
sampe leher.
Pagar tembok belakang asrama haji
roboh. Orang yang bersembunyi di balek tembok terjepit, berteriak minta tolong
lalu hilang. Kami cuman bisa mendengar. Tidak bisa membantu karena airnya
sangat deras dan cepat membawa apa yang ada.
Karena dah semakin goyang, Kira-kira jam 11
siang, gempanya/tsunami dari pagi. Kami turun pelan-turun dari tiang gedung
yang kami tumpangi kami pindah ke rumah orang yang dibelakang gedung sunami,
dengan memanjat tembok yang roboh, naik ke atap rumah yang lantai
1.
Tiba-tiba gempa lagi...
Kami di atap harus berpegangan kuat agar
tidak jatuh. itu saya lagi hamil anak pertama. Kemudian karena di atap itu
tidak ada pegangan kami naik ke rumah orang yang lantai 3 dengan alat
seadanya.
Sampai di lantai 3, udah ada beberapa orang
dah lebih duluan disana, yang bikin kami kaget ada orang buta yang dah duluan
sampai di sana di atas gedung lantai 3, yang tidak ada tangga permanen cuman
tangga kayu...yang sehat saja sulit naik, bagaimana dengan beliau yang buta.
Akhir jam 12 siang air ny surut, kami coba
turun dari rumah lt 3, disepanjang jalan kaki bersentuhan dengan mayat yang
tidak sanggup lagi diangkat, karena lebih banyak meninggal dibanding yang
selamat, di dalam mesjid dah penuh dengan mayat...
Karena kami dah lelah, kami pulang, bersyukur
pada Allah dipintu keluar kami berjumpa dengan adek saya, paman, sepupu dan
lain-lain alhamdulillah...
Sangat mengagetkan sampai di jalan besar,
tumpukan sampah dan mayat menggunung. Mayat-mayat berserakan di jalan jalan
menghalangi jalan....
Sedih, takut, cemas bercampur aduk... Tidak
sanggup kami pikir... Lebih kaget lagi waktu melihat laut yang tadinya jauh
tidak nampak, hari ini nampak begitu dekat di depan mata...
MasyaAllah. kami lelah, kami ingin pulang mau
istirahat .... Meski tidak punya apa-apa, baju yang di badan pun dah hitam dah
terkena air tsunami...
Bersambung berikutnya, baca : Sampah
berserakan dan mayat tergeletak di sepanjang jalan
Ainal Mardhiah, 1977
Banda Aceh, 26 Desember 2020
Posting Komentar untuk "Kisah Tsunami Aceh 18 tahun silam-Tolong anak saya... Bayi-bayi terhanyut dibawa air tsunami"