Arab Jawi, Khazanah Bahasa yang Mulai Musnah
Lembaran Kitab Arab-Jawi. Foto: 1khalifah.wordpress.com |
Oleh Tgk Saiful Hadi, ST - Founder CatatanFiqih.com
Membuka lembaran sejarah
perkembangan Islam di Nusantara, kita bakal mendapati betapa gemilangnya
kehidupan pada masa itu. Di Aceh, ada kesultanan Nanggro Aceh Darussalam yang
mencapai puncak kegemilangan pada masa Sultan Iskandar Muda, di Jawa ada kesultanan
Demak yang tumbuh dari reruntuhan Kerajaan Hindu Majapahit, dan masih banyak
lagi kesultanan lainnya yang tersebar diseluruh pelosok nusantara.
Kemajuan ilmu pengetahuan
islam di Aceh mencapai puncak kejayaan pada era Kesultanan Aceh Darussalam, hal
ini ditandai dengan hadirnya Ulama-ulama tersohor seperti Syekh Hamzah Fansury
(w1604 M), Syekh Syamsuddin as-Sumatrani (w1630 M), Syekh Nuruddin ar-Raniry
(w1658 M), Syekh Abdurrauf as-Singkili (w1693 M), dan lain-lain dimana melalui
tangan-tangan mereka telah menoreh tinta emas dalam perkembangan khazanah
keilmuan islam. Mereka mewarisi pengetahuan Islam yang masih bisa kita baca
sampai saat ini lewat karya-karya besarnya yang umumnya ditulis dalam aksara
Arab Jawi (bahasa melayu) maupun dalam bahasa arab.
Pada masa itu, bahasa
pengantar yang digunakan dalam proses belajar mengajar umumnya adalah bahasa
Arab dan Arab Jawi. Hal ini bisa dibuktikan melalui karya-karya para ulama yang
masih bisa kita baca sampai sekarang, misalnya seperti Kitab Mir'atuth Thulab
karya Syekh Abdurrauf as-Singkili yang ditulis atas permintaan Sultanah Tajul
alam Safiyatuddin Syah (w1675 M), Kitab Sirus Salikin karya Syekh Abdussamad
Al-Falimbani yang selesai ditulis pada tahun 1788 M di Thaif, dan lain-lain
seperti kitab Majmu'Jawamik (kitab lapan), Masaila, dan Bidayah.
Bahasa Arab Jawi ini
mempunyai keunikan tersendiri. Jika dilihat sekilas, tulisan arab jawi seperti
tulisan Arab pada biasanya. Namun, kalau dicermati lebih lanjut, susunannya
atau rangkaian huruf-hurufnya bukan susunan bahasa Arab, melainkan menurut
bahasa melayu yang umum dipakai oleh penduduk nusantara kala itu atau
berdasarkan bahasa lokal setempat. Sehingga, jika tulisan arab jawi disodorkan
kepada orang Arab asli bisa dipastikan mereka tidak akan bisa membacanya. Namun
sekarang seiring dengan begitu populernya huruf latin, tulisan arab jawi sudah
semakin tersisihkan. Tulisan arab jawi hanya populer dikalangan Dayah atau
Pesantren Tradisional saja, sementara di dunia akademisi modern sudah sangat
jarang kita dapati yang mempelajari kitab-kitab yang bertuliskan arab jawi.
Padahal disana terdapat mutiara ilmu yang tiada terkira nilainya.
Semoga dengan tulisan
singkat ini bisa meningkatkan kesadaran kita untuk kembali menggali berbagai
karya-karya ulama terdahulu agar khazanah keilmuan mereka tidak menjadi
pajangan di museum2 karena tidak ada lagi yang bisa membacanya.