Waduk Krueng Woyla dari Mimpi ke Mimpi
Kepada yang terhormat bapak
Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah dan Kadis Pengairan. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan nilai-nilai keadilan dalam pemerintahan Bapak dan jauh dari trah
atau klan isme kadaerahan. Sebagaimana yang senter terdengar salama ini.
Semoga tuduhan itu tidak benar adanya. Amien.
Ilustrasi Waduk. Foto Google |
Bapak Gubernur dan Kadis Pengairan
Aceh yang dicintai Allah, lewat surat terbuka ini kami atas nama
masyarakat Sibak Krueng Woyla (Woyla Timur, Woyla Barat, Woyla Induk, Sungai
Mas dan Arongan Lambalek) senang bercampur sedih ketika
membaca perencanaan pembangunan Mega Proyek Waduk Tiro, Waduk Lhok Guci dan
Waduk Rukoh oleh Pemerintah Aceh di salah satu Media Cetak terkenal di Aceh.
Bapak beralasan, pentingnya
pembangunan Waduk Rukoh dan Tiro disebabkan Waduk yang sudah ada tidak mampu
mengairi sawah sebagaimana diharapkan. Kami masyarakat di Sibak Krueng Woyla di
lima Kecamatan yang sudah kami sebut di atas jangankan memadai “Meu Waduk
hana meuturi kiban hi atalah nyan”. Begitulah kondisi
masyarakat di daerah kami yang sangat memprihatin dan yang paling menyedihkan
rata-rata penduduk Sibak Krueng Woyla bergantung hidup di lewat bertani di
sawah.
Kami berharap, jangan sering
blusukan ke Pidie saja. Di tempat bapak dilahirkan. Cobalah
sekali-kali melihat kami di daerah pucok krek-krok yang belum
tersentuh pembangunan sama sekali. Perlu bapak Gubernur dan Kadis Pengairan
ketahui bahwa, bagi petani sawah di Sibak Krueng Woyla gagal panen dan bergeser
jadwal turun sawah itu hal yang sangat biasa. Pun jika bisa dipanen hasilnya
sangat minim dan kualitas gabah juga tidak layak dikonsumsi.
Kami tetap tidak mau bermimpi
adanya Waduk di Sungai Krueng Woyla karena kami yakin itu hanya isapan jempol
belaka dan kami yakin 40 tahun ke depan siapapun Gubernurnya Waduk
itu tetap menjadi mimpi indah sekaligus menyedihkan bagi kami.
Solusi dari kami. Jika Bapak
Gubernur dan Kadis Pengairan Aceh serius ingin mengurangi derita kami. Cukup
membangun sumur bor di area sawah per-2 hektar satu titik dan air dapat disedot
dengan mengunakan mesin Diesel. Ini jelas lebih murah dan efisien tidak
menghabiskan dana milyaran rupiah. Model pengairan alternatif tersebut, penulis
lihat di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur baru-baru ini. Bahkan di Kabupaten
Ponorogo Irigasi memang sudah lama tidak berfungsi namun petani tidak
terkendala sedikitpun dalam masalah pengairan.
Semoga Gubernur Aceh dan Dinas
Pengairan yang menjabat sekarang tidak menambah daftar panjang rintihan pilu
masyarakat di Sibak Krueng Woyla. Semoga pula Pemerintahan Bapak tidak diadili
di mahkamah Allah gara-gara tidak adil dalam memimpin.
Komunitas Masyarakat Sibak Krueng
Woyla
Mustafa Husen Woyla