Sayed Muhmmad Husen, 10 Tahun Mengabdi Sebagai 'Pejuang Zakat'
Sayed Muhammad Husen |
Sepuluh tahun bukanlah masa yang pendek untuk mengabdi di sebuah instansi
pemerintah. Sayed Muhammad Husen melalui masa 10 tahun ini dengan mengabdi
menjadi pejuang (amil) zakat di Baitul Mal Aceh.
Itu sebab, tidak diragukan lagi, ia menjadi salah satu orang yang
memahami segala problematika dan eksitensi Baitul Mal Aceh. Sayed Muhammad Husen
memahami betul segala tantangan yang dihadapi Baitul Mal Aceh dalam upaya
pengumpulan zakat untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat Aceh. Begitu juga
solusi atas persoalan yang dihadapi tersebut.
Saat dihubungi Suara Darussalam, Ustazd Sayed bercerita
tentang potensi zakat cukup besar mencapai Rp 1,9 triliaun, tapi kita belum
dapat menggarapnya kerena kelemahan SDM dan manajemen kita.
“Yang masih enggan berzakat kerana belum cukup dakwah
dan sosialisasi. Muslimin Aceh sudah menjadi kultur bayar zakat masing-masing.
Ini yang perlu kita ubah. Maka perlu waktu, “ ujarnya kepada Suara
Darussalam, Selasa, (9/12).
Sosok Ustazd Sayed ini tidak salah jika disebut sebagai “pejuang zakat”.
Alasannya bukan saja karena lamanya masa pengabdiannya di Baituk Mal Aceh,
namun juga pemikiran-pemikirannya tentang upaya mengumpulkan zakat dan strategi
penyalurannya yang dituangkan dalam tulisan-tulisan dalam blognya yang
beralamat di sayedmuhammadhusen.com.
Dalam salah satu tulisannya di blog, ia mengakui bahwa
dewasa ini telah terjadi peningkatan jumlah
penghimpunan zakat, infak dan sedekah (ZIS) setiap tahun oleh BMA dan 23 BMK se
Aceh dalam lima tahun terakhir.
Tapi, menurutnya, capaian itu belumlah maksimal dibandingkan potensi yang ada. Apalagi, kata Ustazd Sayed, maksimalitas penghimpunan zakat baru diperoleh dari zakat penghasilan PNS,
bahkan PNS dari instasnsi vertikal, TNI/Polri, karyawan swasta dan zakat
perusahan belum tergarap dengan baik.
“Penyebab belum maksimalnya penghimpunan ZIS di Aceh tidak disebabkan
faktor tunggal, ia terkait dengan kualitas SDM amil, manajemen Baitul
Mal, kelengkapan regulasi dan komitmen kepala daerah dalam mendukung
operasional Baitul Mal. Syukurlah kondisi ini tidak lagi terjadi di seluruh
Aceh, sebab BMA dan 50% dari 23 BMK dapat kita katakan telah beroperasi
dengan baik dan telah berada di jalur yang benar, “ tulis Ustazd Sayed.
Kiat Optimalisasi Penghimpunan ZIS
Karena itu, menurut Ustazd Sayed, kiat optimalisasi penghimpunan ZIS yang bisa dilakukan oleh Baitu Mal, antara lain antara lain:
Pertama, penguatan kelembagaan. Sebab manajemen Baitul Mal yang baik, akan sangat
mendukung perancangan program penggalangan dana ZIS lebih efektif. Pengalaman
membuktikan, BMK yang kemampuan penggalangan dana ZIS teratas, ternyata
didukung oleh kelembagaan yang kuat juga.
Kedua, melengkapi regulasi. Dari
pengalaman mengembangkan Baitul Mal, kelengkapan regulasi sangat mendukung
upaya meningkatkan jumlah ZIS. Misalnya dengan adanya ketentuan Qanun Nomor 10
tahun 2007, bahwa zakat penghasilan wajib dipungut pada PNS/karyawan yang telah
mencapai nishab, maka tak ada lagi perdebatan wajib tidaknya zakat penghasilan.
BMA dan BMK pun lebih mudah mensosialisasikannya.
Ketiga, meningkatkan jumlah dan keterampilan fundraiser (penggalang dana).
BMK yang selama ini dapat meningkatkan jumlah penghimpunan ZIS yang signifikan
didukung oleh jumlah tenaga fundraising yang memadai. Mereka bekerja
penuh waktu, didukung oleh kemampuan dan fasilitas yang memadai. Mereka
bahkan melakukan jemput bola dan mengirimkan surat kepada muzakki (wajib
zakat).
Keempat, meningkatkan sosialisasi dan edukasi. Beberapa BMK di Aceh dianggap
sukses melakukan sosialisasi yang memadukan penyampaian informasi tentang fikih
zakat, regulasi dan keunggulan progran pendayagunaan ZIS. Dengan cara
itu, lahirlah kepercayaan masyarakat kepada Baitul Mal. Sosilisasi dilakukan
dalam bentuk forum pertemuan, diskusi, seminar, publikasi media, baliho,
spanduk dan bentuk-bentuk lainya.
Kendati demikian, menurut Ustazd Sayed, melihat perkembangan gerakan zakat dan peran Baitul Mal di Aceh dalam lima
tahun terakhir (2006-2011), dapatlah kita simpulkan bahwa issu zakat dan
keberadaan Baitul Mal mulai dikenal cukup luas di tengah-tengah masyarakat
Aceh. Rata-rata BMK telah mampu menghimpun zakat Rp 2 milyar/tahun, bahkan ada
yang mencapai Rp 10 milyar. BMA dapat menghimpun ZIS Rp 23 milyar/tahun. Zakat
pun telah disalurkan dan didayagunakan untuk berbagai senif dan program,
sehingga berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteran dan kualitas ummat.
“Pengelolaan zakat di Aceh telah menjadi inspirasi nasional, sehingga
pengesahan UU Nomor 23 tahun 2001 lalu, telah membentuk BAZNAS dari tingkat
nasional hingga tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Hampir sama dengan
Aceh yang menyeragamkan badan amil zakat menjadi Baitul Mal dari tingkat
provinsi hingga ke tingkat gampong. Dan syukur Alhmadulillah BMA menjadi badan
amil terbaik tingkat provinsi di seluruh Indonesia, “ tulis Ustazd Sayed lagi di laman blognya yang sudah diakes ribuan
orang.
Hanya saja, kata Ustazd Sayed, beberapa perbaikan perlu secapatnya dilakukan,
sebagai upaya percepatan pengembangan Baitul Mal di Aceh, seperti dengan menyempurnakan regulasi yang ada, sehingga implementasi zakat sebagai
bagian PAD dapat benar-benar mempertimbangkan zakat sebagai syariat Islam,
tidak semata-mata zakat diadministrasikan sebagaimana PAD lainnya. Begitu juga, diperlukan advokasi yang lebih serius lagi,
sehingga zakat sebagai pengurang pajak dapat segera dilaksanakan.
Bangga menjadi Mujahid Zakat
Sosok yang memiliki segudang pengalaman di berbagai bidang ini mengaku
bahagia selama menjadi pejuang/amil zakat.
“Suka cita jadi amil kerena dapat mengelola harta
agama, berinteraksi luas dengan muzakki dan berkesempatan membela dan membantu
mustahik,“ ujar Ustazd Sayed kepada Suara Darussalam.
Kepada Suara Darussalam, Ustazd Sayed juga mengaku
satu hal paling berksesan baginya selama mengabdi sebagai amil zakat, “yaitu
saat amil zakat di Aceh telah diakui sebagai bagian dari negara/pemerintah, “
ujar Ustaz Sayed.
Kini Ustazd sayed telah diangkat oleh pemerintah
menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), iapun menaruh harapan besar kepada
kader-kader muda di Baitul Mal Aceh.
“Harapan saya, kader-kader muda di Baitul Mal supaya
meningkatkan kapasitas diri dan terus memperkuat manajemen Baitul Mal,
sementara saya sudah boleh cari pengalaman baru, karena januari nanti genap 11
tahun bekerja sebagai amil, “ pesan Ustazd Sayed sebagai isyarat ia akan
meninggalkan Baitul Mal Aceh untuk mencari pengalaman dan tantangan dakwah
baru. [Zul]
Biodata
N a m a : SAYED MUHAMMAD HUSEN
Tempat/tgl lahir : Trienggadeng, 4 September 1965
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Gampong Lampanah Dayah, Kec. Indrapuri
Aceh Besar
Email/fb : abulampanah@yahoo.co.id
Web : www.baitulmal-aceh.com
www.gemabaiturrahman.com
Nama Ayah : M. Husen bin Puteh (1938-2007)
Nama Ibu : Syaribanun binti Benseh
Nama Ayah Mertua : Tgk. Sulaiman Syeikh Lamkabeu (1919-1989)
Nama Ibu Mertua : Hj. Asiah Binti Abdurrahman
KELUARGA
Nama Isteri (1) : Nour Izmi Nurdin, A.Md (1974-2004)
Nama anak : Nada Nursaid (1999-2004)
Rif’ah Nursaid (2003-2004)
Nama Isteri (2) : Dra. Bunaizah Sulaiman
Tempat/tgl lahir : Lampanah, 6 Pebruari 1965
Pekerjaan : PNS pada MIN Lampanah
Nama Anak : Rafidah Assa’adah
Tempat/tgl Lahir : Banda Aceh, 28 Juli 2006
Tempat/tgl lahir : Trienggadeng, 4 September 1965
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Gampong Lampanah Dayah, Kec. Indrapuri
Aceh Besar
Email/fb : abulampanah@yahoo.co.id
Web : www.baitulmal-aceh.com
www.gemabaiturrahman.com
Nama Ayah : M. Husen bin Puteh (1938-2007)
Nama Ibu : Syaribanun binti Benseh
Nama Ayah Mertua : Tgk. Sulaiman Syeikh Lamkabeu (1919-1989)
Nama Ibu Mertua : Hj. Asiah Binti Abdurrahman
KELUARGA
Nama Isteri (1) : Nour Izmi Nurdin, A.Md (1974-2004)
Nama anak : Nada Nursaid (1999-2004)
Rif’ah Nursaid (2003-2004)
Nama Isteri (2) : Dra. Bunaizah Sulaiman
Tempat/tgl lahir : Lampanah, 6 Pebruari 1965
Pekerjaan : PNS pada MIN Lampanah
Nama Anak : Rafidah Assa’adah
Tempat/tgl Lahir : Banda Aceh, 28 Juli 2006