Peringatan Tsunami (Seharusnya) Bukan Sebatas Seremonial
SuaraDarussalam, Banda Aceh - Tepat pada 26 Desember 2014, genap satu dasawarsa (10 Tahun) musibah gempa yang disusul gelombang tsunami menghantam provinsi Aceh.
Gempa berkekuatan 9,3 menurut skala
Richter tidak hanya meluluhlantakkan kawasan pesisir Aceh. Namun hingga ke Pantai Barat Semenanjung Malaysia,
Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka.
Peringatan
10 tahun musibah gempa bumi dan tsunami, akan diperingati secara besar –
besaran, Jumat 26 Desember 2014. Kegiatan
tersebut dipusatkan di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh.
Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah secara
khusus mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) untuk
menghadiri momem bersejarah, peringatan satu dasawarsa Tsunami Aceh.
Perhatian masyarakat Indonesia dan
dunia internasional tertuju ke Aceh, bahkan berbagai jurnalis dari berbagai
media nasional dan internasional, baik cetak maupun elektronik sudah mulai
berdatangan ke serambi mekkah, untuk meliput perkembangan dan pembangunan Aceh
pasca musibah maha dashat itu.
Namun di balik itu semua, ada harapan penting dari para ulama Aceh.
Mereka menginginkan agar musibah gempa dan Tsunami Aceh, tidak hanya dijadikan
sebatas kegiatan rutin atau seremonial belaka yang diperingati setiap tahun.
Namun harus dapat dijadikan sebagai iktibar atau pelajaran berharga untuk
semakin mendekatkan diri kepada Allah, tuhan pemilik semesta alam beserta
seluruh isi yang terkandung di dalam bumi dan terhampar di langit.
Salah satu harapan tersebut disampaikan
Tgk H Faisal Ali, ulama muda Aceh yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan
Ulama (MPU) Aceh.
‘’Musibah itu harus dapat dijadikan
sebagai iktibar untuk menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih baik lagi,’’ujarnya.
Maka itulah, peringatan 10 tahun
Tsunami Aceh jangan hanya dijadikan sebagai kegiatan seremonial, melainkan
dapat dijadikan pelajaran berharga, khususnya bagi umat Islam. Harus kita
pahami, jika musibah itu datang akibat ulah manusia itu sendiri, apakah itu
menyangkut dengan perbuatan fisik ataupun karena sifat mungkarnya kepada yang
maha pencipta.
Dalam surat Ar-Ruum: 41, Allah SWT telah jauh – jauh hari menyampaikan jika telah
nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Menurut Tgk Faisal Ali atau yang karib
disapa Lem Faisal, banyak sekali pejaran yang dapat dipetik dari teguran keras
tersebut, selain mengajarkan kita untuk semakin dengan dengan Allah, fenomena
alam itu juga menjadikan Rakyat Aceh semakin sabar dan tabah.
Bukan hanya itu, solidaritas antar
sesama muslim dan bangsa – bangsa semakin kuat dan saling bahu membahu untuk
membantu mereka yang dihadapi musibah. Sikap itu, harus terus dijaga dan dibina
sepanjang masa.
‘’Kita harus banyak – banyak bersyukur,
karena musibah itu, kebersamaan terbangun dan kepedulian terbangun, dan Aceh
cepat bangkit dari keterpurukan, ’’cetusnya seraya menambahkan, dengan adanya
musibah itu, perdamaian Aceh juga dicapai antara pihak berseteru.
Lebih lanjut, Lem Faisal yang juga Ketua
Pimpinan Wilayah Nahdhatul Ulama (PW NU) Aceh ini, juga menghimbau agar ukhuwah
yang telah terjalin dapat dijaga. [Tgk
Hermansyah]