Mahir Kitab Kuning Syarat Jadi Ulama
Banda Aceh – Sebanyak
92 orang santri dayah dari seluruh kabupaten-kota di Aceh mengikuti lomba baca
kitab kuning yang diselenggarakan oleh Rabithah Thaliban Aceh (RTA) bekerjasama
dengan Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh.
Perlombaan ini
dipustakkan di Dayah Thalibul Huda, Gampong Bayu Kec. Darul Imarah Kab. Aceh
Besar dari tanggal 11-13 Desember 2014 dan dibuka oleh Kepala BPPB Aceh Dr
Bustami Usman, Rabu malam, (11/12) serta dihadiri oleh ribuan santri, para
undangan dan masyarakat sekitar dayah.
Dr Bustami
Usman dalam sambutannya mengatakan, peserta yang diundang berjumlah 92 orang,
masing-masing kabupaten/kota mengirim empat orang peserta yang terdiri dari 1
orang peserta marhalah ula bidang Nahwu, 1
orang marhalah ula bidang Akhlaq, 1 orang bidang Tafsir dan terakhir 1
orang marhalah ‘Ulya bidang Fiqh, serta didamping oleh 23 orang pembina dari
seluruh kabupaten/kota di Aceh.
Bustami
menjelaskan, dengan diselenggarakannya Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) ini,
pihaknya berupaya mendorong dan meningkatkan kemampuan para santri untuk
melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam berbasis kitab kuning.
“Kegiatan
perlombaan ini diselenggarakan dalam rangka mencetak kader ulama baru di Aceh.
Sebab, tidak sah jadi ulama jika tidak bisa membaca kita kuning. Oleh sebab
itu, Badan Dayah merasa berkewajiban meningkatkan mutu dan kualitas santri
dayah dalam memahami kitab kuning, “ ujar Bustami.
Sementara
itu,ketua Rabithah Thaliban Aceh (RTA) yang juga ketua panitia acara Tgk Hasbi
Albayuni, dalam sambutan yang dihadiri ribuan santri dan masyarakat
sekitar mengatakan, Ulama telah menjadi makhluk langka dewasa ini, sehingga
karena kelangkaannya, banyak beredar ulama palsu. Maka melalui program
Musabaqah Qiraatil Kutub, diharapkan akan segera terwujud generasi dayah
yang mahir dalam penguasaan dan pemahaman kitab kuning sebagai persyaratan utama
untuk menjadi ulama.
“Oleh
karena itu, Rabithah Thaliban Aceh sangat berharap kepada Pemerintah Aceh untuk
terus mengadakan Musabaqah Qiraatil Kutub ini di masa-masa yang akan datang dan
meng-anggarkan dana yang cukup sebagaimana event-event lainnya, “ harap Tgk
Hasbi Albayuni yang juga anggota MPU Provinsi Aceh ini.
Dalam
sambutannya, Tgk Hasbi juga menyinggung persoalan modernitas dayah. Tgk
Hasbi menjelaskan, selama ini masih ada anggapan bahwa dayah identik
dengan orang sarungan, pemikiran masa lalu dan sebagainya.
“Namun
anggapan tersebut tidaklah benar. Dayah sekarang sudah berkembang sedemikian
jauh dengan mengadopsi berbagai perubahan sosial dan modernitas itu. Sudah
banyak dayah yang berbasis IT, dayah berbasis kewirausahaan, dayah berbasis
pengembangan lingkungan, dan sebagainya. Juga dari Dayah dengan doktrin
utamanya, Almukhaafazhatu ‘Alal Qadiymish Shaalih, Wal Akhzu Bil Jadiydil
Ashlah, “melestarikan nilai lama yang baik dan mengembangkan nilai baru
yang lebih baik” ternyata survive di dalam perjalanannya, “ kata Tgk Hasbi.
Tgk
Hasbi juga menyampaikan, Rabithah Thaliban Aceh memandang perlu bagi pemerintah
Aceh untuk membuat program spesifikasi ilmu-ilmu dayah, sehingga lahirlah dayah
khusus tafsir wal
hadits, dayah tauhid wat tashawuf, dayah da’wah wal lughah, dayah tajwid wat
tahfizhil qur-an dan sebagainya.
Terakhir,
Tgk Hasbi menegaskan, Dayah adalah menjadi penyangga bagi pendidikan karakter
bangsa. Melalui dayah dididik agar santri mencintai Negara dan bangsanya.
Itulah sebabnya kita tetap berharap di tengah isu tentang terorisme,
radikalisme agama, penyebaran aliran sesat dan pemikiran sesat dan lainnya,
maka dayah dengan watak dasarnya sebagai pengembang Islam rahmatan lil alamin,
tetap bisa bertahan dan konsern terhadap kesatuan dan persatuan bangsa dengan
meletakkan Islam dalam bingkai keindonesiaan. Dengan peran seperti ini, maka
kita akan merasa tenang sebab pilar penting di dalam pendidikan untuk generasi
yang akan datang ternyata diisi oleh orang yang tepat.
“Generasi
emas Indonesia tidak akan kehilangan momentumnya melalui pendidikan dayah. “
pungkas Tgk Hasbi. [Zulkhairi]