[Konsultasi Zakat] Haruskah Merapel Pembayaran Zakat?
Pembaca yang berbahagia. Zakat adalah
hak Allah yang harus disegerakan pembayarannya saat haul dan nishabnya
terpenuhi. Zakat adalah hutang, sampai
kapanpun seseorang akan terikat sebelum ia melunasinya. Lantas, bagaimanakah
hukum terhadap muzakki yang pernah lalai menunaikan zakat? Haruskah pembayaran
zakat dirapel pada tahun berikutnya? Simak konsultasi zakat bersama Kepala Baitul Mal Aceh, DR. H.
Armiadi Musa, MA berikut ini.
Pertanyaan :
Ustadz yang saya hormati, baru-baru
ini saya mengikuti pengajian tentang zakat profesi. Dari pengajian itu saya
tersadar bahwa penghasilan saya sudah mencapai nishab sejak 2 tahun lalu. Tetapi sampai sekarang saya belum pernah menunaikan zakat
untuk penghasilan saya. Selama ini yang sering saya lakukan adalah bersedekah
kepada keluarga dan orang-orang kampung yang kurang mampu. Apakah itu tidak
dianggap cukup? Jika tidak, apa yang harus saya lakukan untuk membersihkan
harta saya? Apakah saya harus merapel zakat yang belum saya bayar sejak 2 tahun
lalu itu? Mohon penjelasan dari Ustadz. Terimakasih
-Dari Isnaini, Lambhuk-
Jawaban :
Alhamdulillah atas pemahaman yang telah Ibu Isnaini peroleh.
Itu tanda kasih sayang Allah, sebagaimana isi hadits riwayat Bukhari-Muslim, “Barangsiapa
yang dikehendaki Allah dengan kebaikan maka dijadikannya faqih (kefahaman
yang mendalam) terhadap ilmu agama.”
Ibu Isnaini yang baik, hukum zakat berbeda dengan sedekah. Meski
selama ini Ibu rutin memberikan sedekah bukan berarti Ibu telah terlepas dari
kewajiban membayar zakat, sebab menunaikan zakat bagi seorang muslim yang telah
mencapai status sebagai muzakki hukumnya wajib, mutlak, tidak bisa
ditawar-tawar. Berbeda dengan sedekah yang hukumnya adalah sunnah. Jika
diibaratkan, zakat adalah hutang yang akan tetap mengikat seseorang kecuali ia
melunasinya.
Lantas, bagaimana bila orang yang telah dinyatakan wajib
berzakat tetapi ia tidak melaksanakannya? Telah kita pahami bersama, seorang
muslim dianggap berdosa apabila ia meninggalkan ibadah wajib dengan sengaja.
Karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan taubat dan
memohon ampunan dari Allah. Pertaubatan ini menunjukkan bahwa ia telah sadar
akan kesalahannya dan bersungguh-sungguh tidak akan mengulanginya. Bila telah
bertaubat dan menunjukkan komitmen untuk menjadi lebih baik, insyaAllah dosanya
akan terampuni. “Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan
memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS
asy-Syu’ara:25)
Lalu, bagaimana dengan hukum zakatnya pada tahun-tahun yang telah
lewat dan belum terbayar? Jumhur ulama berpendapat bahwa taubat yang dilakukan
tidak menggugurkan kewajiban atas zakat yang belum dibayar. Imam An-Nawawi
mengatakan, jika zakat-zakat di masa lalu terlewati dan belum terbayar, maka
yang bersangkutan wajib menunaikan keseluruhannya. Ketidaktahuan akan perintah
zakat tidak mempengaruhi kewajiban tersebut. Termasuk soal domisili si empunya
kekayaan, baik di negara Islam ataupun non-Islam, tetap wajib menunaikan
zakatnya yang terlewatkan.
Pendapat lainnya datang dari Profesor Husamuddin bin Musa
Affanah yang dalam Yas’alunaka ‘An az-Zakat menyebut bahwa, sejatinya
zakat adalah hak bagi para mustahik. Maka selama hak tersebut belum ditunaikan,
tetap saja dinyatakan memiliki tunggakan zakat. Para ulama telah bersepakat
bahwa zakat yang terlewatkan tetap dianggap sebagai tunggakan yang tetap harus
dibayar. Demikian pula pandangan Ibnu Qudamah al-Maqdisi dan Syaikh Yusuf
al-Qardhawi. Zakat selamanya akan tetap menjadi utang bagi muslim yang wajib
zakat selama zakat belum terbayar.
Maka jelaslah, untuk harta yang telah mencapai nishab dan
haul di tahun-tahun sebelumnya, Ibu Isnaini harus tetap mengeluarkan zakatnya. Pembayarannya
dilakukan dengan cara menyesuaikan dengan kadar nishab harta Ibu di tahun itu.
Ini bisa diketahui dari pembukuan keuangan. Bila tidak ada data pasti, boleh
ditaksir berapa batas maksimal dari harta yang Ibu miliki saat itu. Para ulama
telah bersepakat bahwa zakat yang tertunggak harus disegerakan pembayarannya.
Tetapi jika jumlahnya sudah sangat banyak dan tidak mampu dibayar sekaligus,
boleh dilakukan dengan cara dicicil. Semoga Allah memberikan kemudahan dan
melimpahkan keberkahan bagi harta kita semua. Wallahua’lam bisshawab.