Bukti Umat Islam di Aceh Toleran, Natal Selalu Aman
foto: google |
SEJAK jaman Belanda, Banda Aceh dikenal sebagai
daerah yang sangat
toleransi dalam beragama. Hal tersebut nampak dibangunnya beberapa gereja dan
tidak pernah saling terganggu satu sama lain.
Fakta tersebut terungkap saat pertemuan antara Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Banda Aceh yang ketuai Ramli Rasyid dengan
Kabinda Aceh, yang saat itu masih dijabat Brigjen TNI Rudi Polandi, Kamis
(25/9) di Tower Kupi, Simpang Lima, Banda Aceh.
Banyak hal yang dibahas dalam pertemuan yang dihadiri
perwalikan dari berbagai agama tersebut, di antaranya persoalan Negara Islam
Irak dan Syam (ISIS), keresahan yang disebabkan anak punk, hingga penyebaran
berbagai aliran sesat di Aceh.
“Sejak tahun 1998 di Aceh, saya lihat Aceh sangat aman, semua
bisa menjalankan agama masing-masing tanpa ada yang mengusik, tentu ini perlu
dipertahankan,” kata Rudi Polandi.
Selain itu, Rudi juga menyinggung masalah orang asing yang
banyak berkeliaran di Aceh, khususnya Banda Aceh yang menjadi ibu kota provinsi
untuk terus diwaspadai. Seperti saat Pemilu Legislatif (Pileg), pihaknya pernah menangkap orang
Jepang yang tidak memiliki surat izin melakukan kegiatannya di Aceh.
“Mereka kita tangkap dan kita pulangkan ke negaranya, kita
jangan kalah dengan Malaysia dan Singapura, mereka begitu ketat mengawasi terhadap
orang asing,”ungkapnya.
Namun ia mengakui, orang asing yang sangat sulit dikontrol
itu mereka yang di Sabang, Pulau Banyak, Sinabang dan Singkil. Maka untuk
mengatasinya cara termudah yaitu meminta masyarakat yang dibantu intelijen
untuk melapor jika ada orang asing.
Dalam pertemuan tersebut juga hadir Ketua Persatuan Dewan
Gereja Indonesia untuk Banda Aceh, Gea menyampaikan, sangat nyaman tinggal di
Aceh tanpa terusik sedikitpun. Justru ia sangat resah ketika ada gereja-gereja
yang tak berizin di Banda Aceh.
Katanya seperti beberapa waktu lalu ada gereja illegal yang
dibangun di Banda Aceh di Aceh Singkil. sehingga Ia mendukung tindakan
pemerintah menutup gereja tersebut. Dengan demikian keamanan dan kerukunan umat
beragama terus terjaga.
“Seperti suatu ketika ada yang mengatasnamakan nasrani Aceh,
kami sendiri tidak mengetahui siapa mereka. Begitu juga banyak yang
mengaku-ngaku Kristen, ini merugikan kami, padahal bukan kami, kami selalu
menjaga kerukunan umat,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut Ramli sebagai ketua FKUB Banda Aceh
juga melaporkan persoalan anak punk yang sangat meresahkan di Banda Aceh. Juga
potensi genk motor itu sangat dikhawatirkan ada di Aceh.
“Dulu ada Millata Abraham, kita tidak menyangka ternyata
berkembang biak di Aceh, ini menjadi persoalan, maka kami mohon arahan dari
para petinggi untuk mendapatkan solusi,” ujar Ramli.
Dari tahun ke tahun perayaan natal di provinsi yang
berjulukan Serambi Mekkah selalu berlangsung aman. Bahkan pihak aparat keamanan ikut mengamankan peribadatan non-Muslim
yang minoritas di negeri syariat. Hal tersebut menunjukkan begitu toleransi
masyarakat Aceh terhadap umat agama lain.
Tak perlu melihat lebih jauh, pada 2011, sebuah media
nasional Suara Pembaharuan menurunkan berita dengan judul “Perayaan Natal di
Provinsi Aceh Berlangsung Aman” dalam berita tersebut dijelaskan secara umum
natal berlangsung aman dalam suasana kondusif.
Di Banda Aceh ratusan umat Kristiani mendatangi gereja untuk menyambut
Natal dan pada Sabtu malam. Paginya, kembali berbondong-bondong ke gereja untuk
beribadah.
Pelaksanaan ibadah dilakukan pada tiga gereja yakni Gereja
Protestan Indonesia Bersatu (GPIB) Bagian Barat, HKBP Hati Kudus dan Gereja
Metodhist, pada saat umat Kristiani melaksanakan ibadah dan melakukan proses
kebaktian. sementara aparat kepolisian dalam keadaan siaga berjaga-jaga di
depan dan samping gedung gereja.
Salah seorang jamaah GPIB Roby mengakui perayaan natal telah
dipersiapkan jauh hari sebelumnya tanpa mendapat kendala suatu apapun, sehingga
pada saat jamaah datang dapat dengan nyaman melaksanakan ibadah.
Selain itu, Republika Online juga memberitakan hal yang
serupa pada 2013 lalu. Meskipun Aceh telah memberlakukan syariat Islam, namun
pelaksanaan kebaktian berlangsung aman dan lancar. Aparat keamanan terlihat
dalam keadaan siaga berjaga-jaga di tiga gereja tersebut.
Pastor RP JB Dwijo Atmoko SJ saat itu menyampaikan Perayaan
Natal merupakan momentum untuk mengembalikan keimaman agar menjadi umat
Kristiani yang taat.
Ia juga berharap agar umat Kristiani ikut menjaga perdamaian
yang sedang berjalan di Provinsi Aceh dengan meningkatkan toleransi sesama umat
beragama. Artinya umat kristiani juga perhatian terhadap perdamaian yang telah
tercipta selama ini.
Sementara itu, suasana liburan di Banda Aceh yang mayoritas
pendudukan beragama Islam ini dimanfaatkan untuk berekreasi di lokasi wisata,
seperti museum tsunami, seperti PLTD Apung , kapal di atap rumah, bahkan ada
yang ke Sabang.
Kenyataan ini semua membuktikan bahwa Aceh yang oleh beberapa
pihak tertentu mengklaim tidak toleran sangatlah tidak beralasan. Belum pernah
ada kabar di Aceh umat Islam dan umat agama lain bentrok. Islam di Aceh bisa
berdampingan dengan non-muslim. Hayatullah Pasee