Biografi Ibnu Khaldun
Patung Ibnu Khaldun di Tunisia |
Nama lengkapnya
adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan
yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun. lahir di Tunisia pada 1
Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak
sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini.
Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.
Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.
Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fes,
Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau.
Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.
SETELAH keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun,yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan
Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.
Karya-karya lain
Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun
(sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah
(pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan
filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang
permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab
Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin
ar-Razi).
DR. Bryan S.
Turner, guru besar sosiologi di Universitas of
Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan
ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara
berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan
geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan ke lima,
menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara.
Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuanserta
alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan
lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan
pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan
teori sejarah.
Ibnu Khaldun
sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung
pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk
mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan
dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang
generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh
materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan
negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan
musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
ADA beberapa
catatan penting dari sini yang dapat kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu
Khaldun menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah
sejarah. Ia adalah seorang peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan
pengetahuan yang luas. Ia selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas
masyarakat. Selain seorang pejabat penting, ia pun seorang penulis yang
produktif. Ia menghargai akan tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan
ketidaksempurnaan dalam tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan
waktu dan kesabaran. Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di
adaptasi oleh situasi dan kondisi.
Karena
pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak
dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang
diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan
giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz
Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan
olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang
diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan
Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran
pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”
Ibnu Khaldun
wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25
Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M. Ia telah mencetuskan sejumlah teori dasar
ekonomi modern jauh sebelum Adam Smith dan David Ricardo.
Pada puncak kejayaannya, dunia Islam tak hanya unggul dalam bidang politik dan militer saja. Salah satu faktor penting yang menopang kemajuan Kekhalifahan Islam di era keemasan adalah sistem perekonomian yang kuat. Dengan menguasai ekonomi dunia, dunia Islam sempat menjadi adikuasa yang disegani.
Dunia Islam di era keemasan memiliki sederet ekonom yang telah mencurahkan pemikirannya untuk membangun Kekhalifahan Islam. Salah satunya adalah Ibnu Khaldun. Sejatinya, ia adalah ilmuwan Muslim yang serbabisa. Namun, cendekiawan Muslim yang terlahir di Tunisia itu juga telah menyumbangkan pemikirannya tentang ekonomi.
Ibnu Khaldun sudah mencetuskan berbagai macam teori ekonomi, jauh sebelum lahirnya para ekonom Barat yang diklaim sebagai bapak ekonomi seperti Adam Smith (1723-1790 M) dan David Ricardo (1772-1823). Ibnu Khaldun telah mencetuskan sejumlah teori dasar ekonomi modern yang hingga kini masih tetap berlaku.
Teori-teori yang
dicetuskannya merupakan hasil pemikiran yang terlahir dari hasil pengamatannya
terhadap berbagai masyarakat yang kemudian dipadukan dengan analisis tajam
dengan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Tak heran jika Ibnu Khaldun
sempat didaulat sebagai guru besar Universitas al-Azhar Kairo yang dibangun
Dinasti Fatimiyah.
Selama mengabdikan dirinya di salah satu universitas tertua dan terkemuka di dunia itu, Ibnu Khaldun menulis sederet karya fenomel di bidang ekonomi, yang hingga kini masih menjadi obyek studi. Lantas apa sumbangan Ibnu Khaldun dalam bidang ekonomi?
Ibnu Khaldun tercatat sebagai ekonom pertama yang secara sistematis menganalisis fungsi ekonomi, pentingnya teknologi, spesialisasi dan perdagangan ke luar negeri jika negara mengalami surplus ekonomi. Ia juga menekankan peran pemerintah dan kebijakan stabilisasi untuk meningkatkan output produksi serta pembukaan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat.
Sang ekonom telah mempelajari ekonomi, sosiologi, ilmu politik dan berbagai ilmu lainnyauntuk memahami perilaku manusia dan sejarah. Dia mengungkapkan fakta bahwa spesialisasi merupakan sumber utama terjadinya surplus ekonomi. Pernyataan tersebut diungkapkan hampir tiga abad sebelum Adam Smith mengungkapkannya.
Menurut Ibnu Khaldun, ketika ada suatu lingkungan yang kondusif untuk melakukan spesialisasi, maka sebaiknya pengusaha didorong untuk melakukan perdagangan dan produksi lebih lanjut. Dengan spesialisasi, seseorang bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak dari usahanya.
Dalam menjelaskan spesialisasi, Ibnu Khaldun mengatakan, ''Setiap jenis kerajinan tertentu harus dihasilkan oleh orang-orang yang mahir dan terampil dalam membuat kerajinan tersebut. Semakin banyak berbagai subdivisi dari suatu kerajinan, maka semakin besar pula jumlah orang-orang yang harus mahir dalam membuat kerajinan tersebut.''
Para perajin, papar dia, harus mempunyai keahlian tertentu dan mereka dari hari ke hari semakin mahir dalam membuat kerajinan tangan. Pengetahuan mereka tentang kerajinan juga semakin banyak. Jika hal ini dilakukan dalam waktu yang lama, maka kerajinan akan berakar kuat dan bisa menjadi sumber mata pencaharian yang bagus.
Menurutnya, spesialisasi berarti koordinasi dari berbagai fungsi dari faktor produksi. Sehingga, orang-orang akan mendapatkan kepuasan yang lebih dengan melakukan kerja sama dari pada mengerjakannya sendirian. Selain itu, koordinasi dan kerja sama dalam proses produksi harus ada dalam kewirausahaan berdasarkan kekuatan pasar.
Ibnu Khaldun menganggap pekerja dan pengusaha sebagai pelaku ekonomi yang dihormati dalam masyarakat. Keduanya mencoba untuk memaksimalkan kegiatan mereka untuk mendapatkan upah dan laba. Baginya, keuntungan adalah motif utama dalam kewirausahaan. Sebab, dengan meraih banyak keuntungan diharapkan produksi bisa diperluas.
Sedangkan, perdagangan berarti usaha untuk meraih keuntungan dengan meningkatkan modal, melalui pembelian barang-barang dengan harga rendah lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi. Laba merupakan nilai yang direalisasikan dari tenaga kerja. Namun nilai ini, yakni harga tenaga kerja, ditentukan oleh hukum penawaran dan permintaan. Poin ini tidak terjawab oleh Karl Marx dan para pengikutnya.
Menurut Ibnu Khaldun, koordinasi, kerja sama dan arah faktor-faktor produksi dalam meningkatkan surplus ekonomi produktif, merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh pengusaha. Tujuannya untuk mencari keuntungan. Para pengusaha menghabiskan waktu, tenaga dan modal untuk mencari barang dan jasa lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi demi memperoleh keuntungan.
Ibnu Khaldun memuji prakarsa para pengusaha dalam kegiatan produktif mereka dan mereka pantas mendapat keuntungan dari usaha mereka yang berisiko. Bahkan Karl Marx dan David Ricardo kurang bisa memahami hal tersebut.
Selain itu, sang ekonom Musim legendaris itu juga mengungkapkan sebuah teori ekonomi yang menyatakan harga barang dan jasa ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Ketika suatu barang langka dan permintaan naik, maka harga menjadi tinggi. Para pedagang akan membeli barang di pusat barang tersebut diproduksi. Sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah.
''Lalu mereka akan menjual barang tersebut di daerah yang barang tersebut masih dianggap langka serta tentu saja yang permintaan terhadap barang tersebut tinggi,'' papar Ibnu Khaldun. Dengan demikian, kata dia, para pedagang bisa menjual barangnya dengan harga tinggi dan mendapat laba yang lebih banyak.
Namun ketika pada suatu tempat terdapat barang yang jumlahnya berlimpah, maka harga barang menjadi rendah. Ibnu Khaldun juga telah berhasil menunjukkan konsep biaya jangka panjang produksi. Ia juga terus menekankan kebijakan moneter yang stabil. Ibnu Khaldun benar-benar menentang kebijakan-kebijakan yang bisa memainkan nilai mata uang.
Dia khawatir, pihak berwenang tergoda untuk mempermainkan nilai mata uang untuk mendapatkan keuntungan guna membangun istana dan membayar gaji para tentara bayaran. Jika pihak berwenang sampai melakukan hal itu, maka bisa terjadi inflasi dan penduduk akan kehilangan kepercayaan terhadap mata uang.
Menurut Ibnu Khaldun, perlindungan terhadap daya beli uang itu harus dilaksanakan sebagai bentuk keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, dia mengusulkan berdirinya badan moneter yang independen di bawah kekuasaan Hakim Agung, yang takut kepada Allah SWT. Sebab jika dibawah penguasa yang tidak takut Allah SWT, maka penguasa tersebut bisa mempermainkan nilai mata uang demi keuntungan pribadi.
Pajak dalam Pandangan Ekonom Legendaris
Dalam sebuah
risalah ekonomi yang ditulisnya, Ibnu Khaldun pernah menulis dan membahas
masalah pajak. Tulisan tersebut tercantum dalam bukunya yang fenomenal berjudul
Muqqadimah. Tulisan tentang pajak termuat pada bagian faktor pemicu peningkatan
dan penurunan pendapatan negara/kerajaan.
Menurut Ibnu
Khaldun, sebuah kerajaan yang baru saja didirikan, memungut pajak dari
rakyatnya dalam jumlah yang tak terlalu besar.. Tetapi, ketika kerajaan
tersebut semakin berkembang, maka pajak yang dipungut dari rakyatnya juga kian
besar.
Jika para
pendiri kekaisaran/kesultanan mengikuti jalan agama, mereka akan menerapkan
pajak yang disahkan oleh hukum Tuhan yang mencakup zakat, kharaj (pajak tanah),
dan jizyah. Baik zakat, kharaj, maupun jizyah jumlahnya tidak terlalu
memberatkan bagi masyarakat. Lagi pula pajak semacam itu sudah tetap dan tidak
bisa dinaikkan.
Ibnu Khaldun berpendapat, sebuah kerajaan yang dibangun dalam sistem suku dan penaklukan merupakan nomaden. Sebenarnya, kata dia, peradaban dibentuk untuk membuat para penguasa menjadi penuh kebaikan, kesabaran. Sehingga, kata dia, pajak dan kewajiban-kewajiban pribadi yang digunakan untuk memberikan pendapatan kepada kerajaan seharusnya tak memberatkan.
''Jika pajak tak memberatkan, maka subjek pajak akan melaksanakan kewajiban mereka dengan penuh antusiasme,'' papar Ibnu Khaldun. Menurutnya, masyarakat akan giat bekerja untuk menyisihkan sebagian penghasilannya, guna membayar pajak yang ringan. Sehingga akan lebih banyak orang yang bekerja keras untuk meraih pendapatan. Hasilnya, orang yang membayar pajak akan meningkat dan pendapatan negara juga bertambah.
Menurut dia, ketika sebuah kerajaan telah mengalami periode yang cukup panjang dan mulai menetap, tidak nomaden lagi, kaka kerajaan akan melakukan kegiatan bisnis. Kemudian kesederhanaan, tata krama, dan kesabaran mulai menghilang. Administrasi dituntut lebih detil.
Anggota kerajaan semakin sejahtera dan penuh dengan kesenangan.
''Mereka hidup
dalam kemewahan dan kebutuhan baru yang kurang penting mulai bermunculan,''
tuturnya. Hal itu, ungkap Ibnu Khaldun, mendorong kerajaan untuk menaikkan
pajak pada semua golongan masyarakat, termasuk petani.
Mereka ingin pajak membawa lebih banyak keuntungan bagi negara. Mereka juga memaksakan penjualan produk-produk pertanian ke kota-kota. Ketika pengeluaran untuk pembelian barang mewah semakin meningkat dalam pemerintahan, maka pajak pun pasti naik.
Akibatnya, rakyat semakin terbebani dan itu membuat semangat para petani untuk bekerja semakin luntur. Sebab semakin banyak pendapatan yang mereka hasilkan, kian besar pula pajak yang harus ditanggung.
Ketika petani membandingkan antara biaya pengeluaran dengan pendapatan. Mereka jadi semakin kecewa. Sehingga mereka meninggalkan pertanian. Hal ini menimbulkan penurunan pajak yang dikumpulkan oleh negara. Sehingga pendapatan negara berkurang.
''Oleh karena itu, sebaiknya negara atau pemerintah tidak menerapkan pajak yang terlalu tinggi kepada masyarakatnya supaya mereka giat bekerja,'' papar Ibnu Khaldun. Demikianlah salah satu sumbangan penting Ibnu Khaldun dalam bidang ekonomi.
Dari berbagai sumber
Editor: Mustafa Woyla