Abi Zahrul bin Abu Mudi Jelaskan Perbedaan Filsafat Barat dengan Filsafat Islam di Depan Santri Dayah Jami’ah Al-Aziziyah
Bireuen - Santri kelas III Dayah
Jami’ah Al-Aziziyah Batee Iliek baru saja mengikuti acara peuphon kitab
(memulai permulaan kitab) bersama Abi Zahrul Mubarrak, putra Abu MUDI yang juga
Wadir I di Dayah MUDI Mesra Samalanga (24/12/2014). Acara peuphon (mengawali proses belajar mengajar) kitab
sudah menjadi tradisi rutin di dayah salafiyyah (tradisional) dengan tujuan
untuk mengharapkan keberkahan (tabarruk). Sebagaimana biasanya, kegiatan
ini diawali dengan pembacaan al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Pengarang.
Kegiatan peuphon kitab merupakan
salah satu bukti bahwa dayah telah menanamkan adab sejak dini kepada santri
untuk selalu menghormati guru dan ahli ilmu. Ini berbeda dengan sebagian tempat
yang terkadang penghargaan kepada guru sangat kurang.
Bahkan, salah seorang alumni Dayah
MUDI Mesra, Prof. Dr. Hasballah Thaeb pernah mendapatkan kesan yang berbeda
saat beliau belajar di Eropa, Sang Dosen menyuguhkan sebuah buku kepada
mahasiswa seraya berkata, “baca, lalu kritisi buku ini”.
Tentu saja, hal ini jauh sekali
berbeda dengan nilai-nilai yang ditanamkan di dayah untuk selalu hormat kepada
ahli ilmu, khususnya kepada mushannif yang kita pelajari karyanya.
Adapun kitab yang diawali bersama Abi
Zahrul hari ini adalah Fathul Mu’in karya Syekh Zainuddin Al-Malibari, Syarh
Waraqat karya Syekh Jalal al-Mahalli yang merupakan uraian dari kitab Ushul
Fiqh yang dikarang oleh Imam Haramain dan Kitab Nazam Sulam Munauraq karya
Syekh Abdurrahman Al-Ahdhari. Abi memperkenalkan kitab ini satu persatu kepada
santri lengkap dengan biografi singkat pengarangnya.
Dalam mengomentari kitab Sulam
Munauraq dalam fan mantiq, salah satu hal yang disampaikan oleh Abi adalah
letak perbedaan antara filsafat Islam dan filsafat barat.
“Filsafat Islam berangkat dari keyakinan, sedangkan filsafat barat berangkat dari keraguan. Kemudian dalam hal pencapaian ilmu, filsafat barat hanya berorientasi pada mahsus (indrawi) dan al-‘aqlu (rasio), sedangkan filsafat Islam dalam pencapaian ilmu diklasifikasikan dalam tiga hal, mahsus, al-‘aqlu dan tawatur yaitu sesuatu yang bersumber dari Alquran dan hadis dengan periwayatan dalam jumlah ramai,” ujar Abi Zahrul menjelaskan.
“Filsafat Islam berangkat dari keyakinan, sedangkan filsafat barat berangkat dari keraguan. Kemudian dalam hal pencapaian ilmu, filsafat barat hanya berorientasi pada mahsus (indrawi) dan al-‘aqlu (rasio), sedangkan filsafat Islam dalam pencapaian ilmu diklasifikasikan dalam tiga hal, mahsus, al-‘aqlu dan tawatur yaitu sesuatu yang bersumber dari Alquran dan hadis dengan periwayatan dalam jumlah ramai,” ujar Abi Zahrul menjelaskan.
Di akhir pengajian muqaddimah Mantiq,
Abi Zahrul menceritakan sosok Syekh Abdurrahman Al-Ahdhari yang mengarang kitab
Mantiq ini pada usia 21 tahun. Namun, ternyata masih ada pengarang yang lebih
muda dari Syekh al-Ahdhari yaitu Ibnu Hajib yang mengarang nazam Jamal
al-Khawanji pada usianya yang masih 6 tahun.
Salah satu pelajaran penting yang
dapat dipedomani menurut Abi adalah pentingnya sebuah nama. Kitab Qurratul Ain
misalnya bermakna penyejuk jiwa. Nama ini merupakan salah satu bentuk do’a yang
diungkapkan oleh Mushannif secara tersirat semoga kitab ini menarik bagi
pembacanya. “Bek sampe kitab baro geu buka, santri ka dipreh-preh pajan su
lonceng.” Kata Abi yang disambut tawa santri Batee Iliek. Abi juga heran ada
sebagian orang yang terkadang memberikan nama anaknya terlebih dahulu, baru
mencari tau arti belakangan. Padahal dalam Islam nama adalah perkara yang
sangat penting dan bagian dari do’a.
Abi juga menguraikan panjang lebar
tentang perbedaan Fiqh, Ushul Fiqh dan Kaedah Fiqh saat mengawali pembelajaran
kitab waraqat. Ushul Fiqh merupakan sekumpulan teori yang digunakan oleh para
Mujtahid untuk menggali hukum Fiqh, jadi secara teori Ushul Fiqh lahir sebelum
fiqh, sedangkan kaedah fiqh justeru lahir setelah fiqh. Salah satu hal lain
yang menarik dari kitab ini adalah karena Hasyiahnya dikarang oleh orang
Indonesia, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Abi menceritakan bahwa dulu
banyak ulama Indonesia yang berpaham Ahlussunnah Waljamaah yang mengajar di
Mesjidil Haram sebelum Arab Saudi dikuasai oleh kalangan Wahabi.
Acara peuphon kitab ini
diakhiri dengan salam salaman yang dipandu dengan shalawat badar. (Tgk M.
Iqbal Jalil/Zul)