Lewat Rumah Baca Aneuk Nanggroe, Ahmad Arif dan Istri Berkhidmah untuk Aceh
Banda Aceh – Pasca tsunami
beberapa tahun lalu, negeri bergelar
Serambi Mekkah yang terletak di ujung Barat Indonesia ini menyisakan banyak
fakta tentang kegetiran hidup anak manusia. Kendati demikian, proses
memperbaiki segala yang rusak terus dilakukan oleh berbagai pihak.
Salah satunya Ahmad Arif,
lelaki beranak dua yang bekerja di Qatar Charity Aceh ini menceritakan
pengalaman dan latar belakang ia mendirikan Rumah Baca Aneuk Nanggroe yang
disingkat RUMAN, yang kini telah memiliki ribuan koleksi buku yang dibaca
anak-anak Aceh setiap hari. Selain mendirikan pustaka untuk anak-anak Aceh,
RUMAN juga melakukan berbagai kegiatan sosial pendidikan lainnya seperti
pemberian beasiswa dan sebagainya. Semua dilakukan atas semangat berbagai yang
dilandasi oleh keikhlasan.
Ahamd Arif menceritakan
pengalamannya kepada Suara Darussalam (15/10),
menurutnya, awal tahun 2004 silam ia dan beberapa mahasiswa asal Aceh yang
sedang studi di perguruan tinggi negeri dan swasta di bilangan Jabodetabek-
diundang oleh Kamaruddin, M.Si, Pembantu Dekan FISIP UI Bidang Kemahasiswaan.
Diperlihatkannya kepada mereka sebuah poto kiriman seorang aktivis mahasiswa
Univesitas Syiah Kuala.
Foto itu, kata Ahmad Arif,
berisi seorang bocah Aceh. Tubuhnya ringkih. Di sana sini hanya menonjolkan
tulang belulang yang nyaris tersembul dari balik kulitnya yang legam. Ia yang
dalam posisi seolah-olah bersujud payah sekali menggapai sisa-sisa makanan di
atas tanah di hadapannya. Pasti, sembari gemetar menahan lapar teramat sangat.
Arif melanjutkan, gambar itu
adalah sekeping potret dari sekian banyak problematika kemanusiaan yang
menyirami bumi Aceh. Dan anak-anak Aceh adalah salah satu korban dari
perseteruan yang tiada henti itu.
Pertemuan tersebut semakin memantapkan hati kami kembali ke Aceh untuk mengabdi
dan berbagi seperti yang telah kami goreskan sebelumnya pada akhir 2013 tentang
Sembilan mimpi pasca studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dari sembilan impian tersebut, kata
Ahmad Arif, dua aksi yang menjadi prioritas. Yaitu, membuka pustaka untuk
komunitas dan masyarakat luas secara cuma-cuma dan bimbingan belajar gratis
bagi anak-anak keluarga dhuafa.
Ahmad Arif menjelaskan, Konflik berkepanjangan di negeri syuhada, Aceh,
akhirnya reda setelah bencana maha dahsyat abad ini, gempa dan tsunami,
meluluhlantakkan negeri Sultan Iskandar Muda. Lagi-lagi, anak negeri terperosok
dalam duka tiada bertepi.
“Meski proses rehabilitasi dan
rekonstruksi dipacu di seantero negeri, tetap saja belum tertuntaskan
permasalahan asasi. Kemiskinan terus menjulang di tengah derasnya kucuran uang.
Dan, anak-anak masih tetap sebagai korban”, ujar Ahmad Arif.
Berpartisipasi mendidik Anak Aceh
Oleh sebab itu, menurut Ahmad
Arif, untuk merampungkan segudang persoalan di atas tentu saja tidak bisa
dikerjakan oleh instansi pemerintah secara sendirian. Partisipasi masyarakat
menjadi salah satu celah yang bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir suramnya
dunia pendidikan di Aceh.
“Beranjak dari keprihatinan
tersebut dan keinginan besar mewujudkan mimpi-mimpi untuk berpartisipasi dalam
membangun dunia pendidikan di Aceh, kami membentuk RUMAN (Rumah Baca Aneuk
Nanggroe) Aceh. RUMAN Aceh merupakan kendaraan yang merefleksikan keinginan
tulus kami untuk peduli terhadap nasib dunia pendidikan anak Aceh”, kata Ahmad
Arif menjelaskan.
Akhir
Desember 2006 kami membawa pulang dari Jakarta ke Banda Aceh 2000-an buku dan
hampir 1000 majalah beserta jurnal koleksi pribadi selama menempuh studi di
Jakarta.
“Pada pembuka tahun 2007,
koleksi tersebut kami buka untuk mahasiswa dan masyarakat umum. Pustaka itu
kami beri nama Rumoh Membaca Aneuk Nanggroe (RUMAN ) Aceh”, ujar Ahmad Arif.
Kemudian, lanjut Ahmad Arif, mulai
Senin, 8 April 2013, kegiatan bimbingan belajar (bimbel) gratis untuk anak-anak
yatim dan keluarga dhuafa mulai dilaksanakan oleh Divisi Anak RUMAN Aceh.
Visi RUMAN Aceh menurut Ahmad
Arif adalah membentuk generasi baru yang memiliki kepribadian yang luhur,
jasmani yang sehat dan akal yang cerdas.
Sedangkan Misi Ruman Aceh, kata
Ahmad Arif, ada tiga. Pertama, memfasilitasi sarana pendidikan alternatif
melalui bimbingan belajar. Kedua, mendampingi anak-anak secara psikologis dan
akademis serta religis. Ketiga, menjadi mediator bagi semua kalangan masyarakat
baik di dalam maupun di luar negeri yang peduli terhadap nasib pendidikan anak
Aceh
Dengan kata lain, menurut Ahmad
Arif, RUMAN Aceh bertujuan menyediakan sarana bimbingan belajar cuma-cuma
kepada anak usia preschool dan Sekolah Dasar. Mengadakan pendampingan
psikologi, akademi dan religi. Dan, menghimpun potensi individu dan lembaga
baik domestik maupun asing untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
anak Aceh. [Zulkhairi]
RUMAN
Membina 130 Anak, Gratis
Menurut Ahmad Arif, hingga saat ini sudah satu tahun setengah
sudah bimbingan belajar sekaligus balai pengajian gratis berjalan. Saat ini,
130 anak terdaftar sebagai binaan Divisi Anak Ruman Aceh. Beragam kegiatan
mereka ikuti dalam rentang masa tersebut dengan motto “Belajar, Bermain,
Bersama”.
Ia melanjutkan, ada tiga
kegiatan utama yang rutin dilakukan RUMAN Aceh. Pertama, bimbingan belajar dan
balai pengajian setiap hari Senin hingga Kamis pada jam 15.30 – 17.00 WIB.
“Setiap usai belajar,
masing-masing anak dibagikan makanan ringan. Kedua, kursus menjahit gratis bagi
para orang tua anak binaan dan masyarakat umum setiap hari Jumat dan Sabtu pada
pukul 16.30 – 18.30 WIB. Dua kegiatan tersebut dilaksanakan di base camp
RUMAN”, ujar Ahmad Arif menerangkan.
Sedangkan kegiatan utama
ketiga, menurut Ahmad Arif, adalah Minggu Baca Rame-rame (MIBARA) setiap hari
Minggu mulai jam 7.30 pagi – 11 siang di lapangan kebanggaan warga Ibukota
Aceh, Blang Padang, Banda Aceh. Kegiatan ini menyediakan bahan bacaan secara
cuma-cuma bagi semua lapisan umur dan lapisan masyarakat. Para pengunjung
dimanjakan dengan fasilitas baca dan pinjam buku selama satu pekan. Setiap
pengunjung bisa membawa pulang 5 judul buku tanpa dipungut biaya atau prosedur
yang merepotkan. Mereka cukup mendaftarkan nama, alamat dan nomor HP untuk
dikirimkan pesan pengingat sehari menjelang pelaksanaan MIBARA.
Ahmad Arif menjelaskan, kegiatan
ini bersifat musiman seperti memperingati hari-hari besar dalam Islam seperti
Tahun Baru Hijriah, buka puasa bersama pada bulan Ramadhan dan lainnya. Atau
hari-hari besar yang diperingati secara nasional dan internasional seperti Hari
Pahlawan, Hari Pendidikan, Hari Kemerdekaan, hari Aksara dan sebagainya.
“Ada pula kegiatan tentative
seperti story telling (mendongeng atau bercerita) dan nonton bareng
alias Nobar film-film edukatif yang membangkitkan kesadaran jiwa
anak-anak agar memiliki optimisme dalam merajut masa depan yang lebih baik dari
pada orang tua mereka sekarang”, ujarnya.
Pelaksaan kegiatan kolosal dan
tentative tersebut, kata Ahmad Arif, biasanya menggunakan balai gampong karena
jumlah pesertanya selalu melebihi jumlah anak-anak yang telah terdaftar dan
aktif mengikuti kegiatan utama RUMAN.
Kekuatan
Berbagi, tidak bisa diukur dengan angka
Bagi Ahmad Arif, hikmah terbesar
selama berjalannya khidmah kecil dan sederhana yang RUMAN lakukan untuk negeri
tercinta adalah bukti bahwa berbagi itu punya kekuatan yang tidak bisa diukur
dengan deretan angka. Hal tersebut baru akan terbukti bila ada sinergi
ketulusan antara niat atau pikiran dengan ucapan dan tindakan. Kesabaran adalah
bingkainya.
“Sungguh, kami tak pernah
menyangka akan seperti ini perkembangan RUMAN bila mengingat beratnya beban
yang harus kami pikul selama Sembilan bulan pertama (April – Desember 2013)
menjalankan khidmah kecil ini. Tak jarang asap dapur kami meredup karena
kebutuhan logistik atau operasional yang terus membengkak dari bulan ke bulan.
Namun, satu yang kami yakini bahwa Allah ‘azza wa jalla tidak pernah lupa,
apatah lagi tidur. Dia sesuai dengan prasangka hambaNYA”, ujar Ahmad Arif.
Keyakinan tersebut kata Ahmad
Arif, semakin kuat dengan terus mengulang-ngulang sabda baginda Rasulullah
Muhammad SAW bahwa “Khairun nas an’ahumum lin nas; sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. Hadits tersebut yang
menginspirasi kami sehingga muncul ungkapan, “Eksistensi diri berbanding lurus
dengan kontribusi”.
Ahmad Arif melanjutkan, memasuki bulan ke 10 (Oktober)
ini , pintu kemudahan mulai diberikan Allah melalui jiwa-jiwa yang terpanggil
untuk berbagi walau belum pernah berjumpa fisik.
“Mulai bulan ke 10 hingga kini,
terpampang di hadapan mata kami kebenaran firman Allah, “Wa yarzuqhum min
haytsu la lahtasibu; dan Dia memberikan rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka”, ujarnya.
Ahmad Arif melanjutkan, terlalu
banyak kisah yang membuat mereka menangis tersedu dalam sujud syukur nan
panjang.
“Di antara kisah itu adalah pasangan
suami-istri muslim Singapura yang berkunjung ke base camp RUMAN untuk berbagi
kepada anak-anak dan keluarga dhuafa. Padahal, kami dan mereka belum pernah
kenal sebelumnya. Karenanya, ketika menjemput mereka di Bandara Internasional
Sultan Iskandar Muda, tim penjemput menyiapkan tulisan besar pada selembar
kertas berbunyi, “Uncle Azman, dari RUMAN”, ujar Ahmad Arif.
Kondisi
RUMAN saat in
Hingga saat ini, kata
Ahmad Arif , RUMAN belum mempunyai penyumbang tetap. Meski pun memang tetap ada
yang terus berbagi dan memberikan kepercayaan mereka kepada RUMAN tanpa
mengikat, tanpa ada “udang di balik bakwan”.
Oleh karena itu, ujar Ahmad
Arif lagi, mulai Januari tahun 2015
nanti RUMAN akan mengadakan penggalangan dana untuk menjadi penyumbang tetap
yang akan mendukung biaya pelaksanaan kegiatan yang terus membesar. Jumlah
donasi itu tidak besar. Hanya Rp 100.000 per orang per bulan. “Saat ini, RUMAN
membutuhkan, paling tidak, 50 donatur tetap setiap bulannya”, pungkas Ahmad
Arif. [Zulkhairi]