Prof Yusni Saby: Pertahankan Perdamaian Aceh dengan Saling Berbagi
Prof Yusni Saby (foto: Mustafa Husen) |
Banda Aceh – Perdamaian adalah misi besar
ajaran Islam. Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat dalam Alquran dan Hadist Nabi
Muhammad Saw yang menekankan umat Islam untuk saling damai dan mendamaikan. Hal
ini dikemukan Prof. Yusni Saby, MA, Ph.D, Guru Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh saat dijumpai Suara Darussalam di ruang kerjanya
di Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Kamis, 7/8.
Prof Yusni Saby menjelaskan bahwa Islam itu sendiri adalah damai. Adapun rangkain kata
yang sering digunakan dalam Islam bermakna damai adalah islam, aslam,
salima, saalim, baraka, rahima dan sebagainya.
Menurut Prof
Yusni Saby untuk menciptakan kedamaian dibutuhkan kemauan dan
kesanggupan untuk berbagai. Prof
Yusni Saby menerangkan, dalam ayat al-qur’anulkarim
pada halaman pertama Allah menyebutkan:
“Alif
laam miin”. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka.
“Nah, di
situ ada ayat yang menyatakan infaq atau share. Share disini
bermakan luas, seperti bebagi penghasilan dan kekuasaan”, ujar mantan
Rektor UIN Ar-Raniry.
Prof Yusni
Saby menjelaskan, kenapa Zakat itu ada
Islam karena adalah unsur pendamai dalam Islam. Kalau dalam istilah bernegara
kita disebut dengan pajak. Karena inti dari perdamaian adalah jalinan kasih sayang
antar sesama manusia.
“Oleh karena
demikian sangat aneh bagi orang muslim yang mengatas namakan agama damai tapi
membuat perang dan atas nama rahmatalin alamin membuat musibatan lil
alamin”, ujarnya lagi.
Saat Suara Darussalam menyanyakan bagaimanakah wujud paling konkrit dan sederhana
persepktif islam, menurut Prof Yusni Saby, hal itu sangat simple sekali.
“Rasulullah SAW
mengatakan Baitii Jannati, rumahku adalah syurgaku. Kenapa Nabi Muhammad
Saw menggambarkan rumahnya adalah surga baginya? Karena sifat dasar dari surga
adalah damai. Jika intimidasi, penekanan dan ketidakadilan tidak ada dalam
sebuah sebuah rumah tangga maka itulah jannah yang di dalamnya terdapat
kedamaian”, kata Prof Yusni Saby.
Mempertahankan perdamaian
Oleh sebab
itu, menurut Prof Yusni Saby, perdamain itu wajib diperjuangkan, dirawat dan
dipertahankan.
“Kalau kita
bandingkan perdamaian itu ibarat bayi yang mesti di rawat dan jaga dengan baik.
Jadi perdamaian itu bukan sarana atau objek cari makan para penguasa”,
ujarnya kepada Suara Darussalam.
Saat Suara Darussalam meminta pendapatnya tentang indikator
damai dalam sebuah negara, Prof Yusni Saby menjelaskan indikator ini secara gamblang.
Menurutnya, jika semua
kebutuhan pokok semua unsur masyarakat sudah terpenuhi. Bukan merata.
“Ingat itu!”,
pesan Prof Yusni Saby.
Hal ini,
kata Prof Yusni Saby, Karena tidak istilah sama seperti semboyan yang sering
kita dengar selama ini “sama rata dan sama rata”. Itu bohong. Yang ada
sama kesempatan.
“Seperti
lowongan bekerja di kebun kelapa sawit A misalnya. Membutuh tenaga kerja
berijazah SMP sedarajat atau SMA sederajat berikan kesempatan kepada meraka
seluas-luasnya tanpa ada diskriminasi”, ujarnya memberi contoh.
Begitu juga
kesempatan untuk mengeyam pendidikan kata Prof Yusni Saby. Semua harus
diberikan kesempatan yang sama. Bukan merata, karena tidak mungkin semua
masyarakat mesti sarjana. Pasti ada saja hambatannya.
“Yang
diperlukan adalah wajib mendapat pendidikan menurut kelayakan”, tambahnya lagi.
Isi perdamaian dengan pembangunan
integral
Sementara
itu, saat Suara Darussalam menyanyakan apakah perdamaian di Aceh sudah sesuai dengan perdamaian yang ideal sesuai
dengan ajaran Islam, Prof Yusni Saby mengatakan, banyak yang perlu
dibenahi dalam mengisi perdamaian di Aceh.
“Ada beberapa
prilaku penguasa yang belum mencerminkan idealnya sebuah perdamaian. Seperti
pelayanan birokrasi dan pelayan publik yang tidak baik, itu akan menimbulkan
benih-benih konflik”, ujar Prof Yusni Saby.
Hari ini,
menurut Prof Yusni Saby, di Aceh masih terlihat adanya dikotomi atau pemisahan
pelayanan eklusif, wah, ini dulu korban konflik mesti diutamakan pelayanannya.
“Wah
ini pelaku konflik mesti dapat pelayan publik yang bagus. Sementara 4
juta lebih masyarakat Aceh yang terkena dampak konflik yang tidak
terdaftar tidak begitu diprioritaskan. Nah, ini tidak benar”, ujar Prof Yusni
Saby.
Hal ini,
kata Prof Yusni Saby, Karena semua masyarakat Aceh adalah korban konflik, baik
korban langsung seperti; dibunuh orang tua, anak, suami dan saudaranya
maupun tidak langsung, seperti didera oleh rasa takut dan trauma sehingga tidak
bisa mencari nafkah dan melanjutkan pendidikan dengan baik.
“Kesimpulannya
tidak prioritas untuk satu golongan saja. Dan ini adalah benih konflik yang
perlu diwaspadai”, tambah Prof Yusni Saby.
Tidak lupa, Suara
Darussalam juga menanyakan
pendapat Prof Yusni Saby soal insiden kerusuhan
Tim Relawan Aceh (TRA) dengan
warga Laweung Pidie beberapa waktu lalu.
Dalam hal ini, Prof Yusni
Saby berharap peran maksimal ulama dan umara dalam mengantisipasi kasus serupa
agar tidak terulang lagi. Masyarakat atau ormas tidak boleh sembarangan
memberikan stempel sesat selama tidak bertentangan dengan Alquran dan
sunnah. Yang berhak memberikan stempel sesat adalah Pemerintah dalam hal ini
tentunya lembaga bentukan Pemerintah yang sudah diberikan kewenangan dalam
menangani masalah sesat atau tidak sesat sebuah aliran.
“Yang paling
penting tidak boleh main hakim sendiri, jika ada hal yang mencurigakan laporkan
ke Wilayatus Hisbah, Satpot PP, Polisi, Tuha Peut, Keuchik, MPU setempat
dan sebagainya”, usul Prof Yusni Saby. [Mustafa Husen/tz]
.