Peran Ideal Ulama dan Dayah dalam Menghadapi Tantangan Modernitas
Tgk.H. Muhammad Yusuf A.Wahab |
Oleh Tgk.H. Muhammad Yusuf
A.Wahab - Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA dan Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah, Bireuen
SAAT ini kita hidup
pada zaman yang berbeda dengan zaman otokrasi dahulu saat suara ulama dahulu didengar oleh
rakyat dan pemerintah, saat raja dilahirkan oleh raja itu sendiri. Saat kebijakan
publik dilahirkan berdasarkan ilmunya para ulama. Saat ini, ketika suara ulama
diabaikan, berbagai tantangan baru muncul dalam kehidupan umat Islam yang
berbeda dari sebelumnya, jauh lebih sulit, khususnya dalam rangka kita mempertahankan
nilai-nilai peradaban positif.
Kalau dulu kebijakan
dilahirkan oleh ulama yang bekerjasama dengan umara, sekarang kebijakan
dilahirkan oleh mayoritas suara rakyat karena sistem dunia yang ditegakkan saat
ini mengakomodir suara secara kuantitas, bukan kualitas. Kualitas suara yang se-positif
apapun akan dikalahkan oleh kuantitas. Sementara jumlah ulama secara kuantitas
jauh lebih sedikit lebih dari jumlah masyarakat.
Akibatnya, berbagai
kehancuran menghantam umat Islam dewasa ini. kebathilan direkayasa sehingga
seolah ia adalah kebenaran, dan kebenaran diperlihatkan kepada ummat secara
sistematis seolah ia adalah kebatilan. Padahal, kebenaran itu adalah apa yang
datang dari Allah Swt.
الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
"Kebenaran itu
dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang
ragu" (QS.Al Baqarah 147).
Inilah sesungguhnya tantangan terbesar di
zaman modern yang dihadapi oleh ummat Islam dewasa ini yang harus dijawab oleh
lembaga pendidikan dayah dan para ulamanya.
Mengisi kekosongan
Tidak ada cara lain,
agar kebenaran tetap dipandang benar, dan agar kebathilan tidak dianggap
kebenaran, kita semua harus bergerak mengajak kepada kebenaran karena ajakan
kepada kebenaran ini untuk mengisi kekosongan pikiran masyarakat kita. Maka
untuk menegakkan kebenaran hari ini kita perlu menyukseskan perbaikan
masyarakat.
Sebab, kekosongan
pikiran masyarakat dari hal yang positif secara langsung mempengaruhi kebijakan
dan sistem dan proses pembangunan dalam skala yang lebih luas. Karena sistem
rusak disebabkan karena masyarakatnya rusak, dan cara untuk memperbaiki sistem
adalah dengan memperbaiki masyarakatnya.
Maka jika ulama ingin
mempertahankan idealisme Islam yang benar-benar bisa membumi, maka ulama harus
mampu mempenaruhi sistem, dengan cara mempengaruhi pemikiran masyarakat secara
luas.
Tugas ulama dan dayah
Maka, untuk untuk
mempengaruhi sistem ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:
Pertama, membangun pemikiran dan
konsep yang mengarah pada perbaikan sistem dengan segala langkah-langkah yang
diperlukan. Salah satunya, mempengaruhi sistem pendidikan di semua jenjangnya
yang mampu membangun pemikiran dan perilaku anak didik yang mengarah pada
pertahanan kebudayaan yang ideal menurut Islam sehingga tidak ada jenjang
pendidkan yang kosong dari konsep Islam yang benar-benar bisa mempertahankan
budaya dan peradaban Islam.
Kedua, ulama dayah harus
menjadikan pendidikan yang dayah yang dikelolanya agar bisa menjadi benteng
pertahanan kebudayaan Islam sekaligus untuk mengekspansi peradaban dalam
menghadapi suasana masa lalu.
Ketiga, ulama dan dayah harus peduli
dan bekerja keras dalam rangka memperngaruhi pendidikan yang lain agar
mengikuti sesuai dengan misi peradaban Islam. Maka disini, harus ada produk
baru dari ulama yang mampu menjawab
kebutuhan dunia pendidikan sekarang dalam menghadapi tantangan global
Keempat, pendidikan untuk
rakyat. Bagaimana ulama dayah berperan untuk memperngaruhi semua lapisan
masyarakat dengan konsep pendidikan Islam sehingga mereka akan tumbuh dengan
konsep yang dibangun ulama. Suara ulama bisa didengar oleh semua kalangan.
Bukan hanya oleh komunitas yang kecil di dayah atau masyarakat tertentu.
Strategi yang bisa kita
tempuh
Disini kita butuh
strategi yang jitu. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk kepentingan dakwah. Ulama harus menggiring teknologi untuk
kepentingan Islam. Ini memang tidak dituntut dilakukan oleh semua pihak, tapi
harus dengan ukuran yang memadai.
Melahirkan konsep dalam
hal penegakan nilai-nilai kebaikan agama, bagaimana agar ulama dengan konsep
Islam bisa mempengaruhi negara yang memang miskin konsep berbasis Islam.
Bagaimana ulama agar punya konsep dan strategi untuk mengoptimalkan peran
Negara dan individu-individunya dalam merealisasikan turunan dari
regulasi-regulasi yang ada secara optimal.
Regulasi atau
perundang-undangan yang sudah ada sebenarnya banyak yang cukup ideal dan bagus,
dan sesuai dengan misi Islam, tapi dalam realitas prakteknya banyak isi
regulasi yang tidak dijalankan Negara, inilah tugas ulama dan dayah, yaitu
bagaimana kita mampu menguasai setiap poin-poin regulasi Negara agar kita
memahaminya sehingga kita bisa mengetahui poin-poin mana yang belum
direalisasikan atau dipraktekkan dalam kebijakan pemerintah untuk kemudian kita
ikut bersuara.
Setelah itu, bagaimana ulama
harus mendesak pihak-pihak terkait untuk serius dalam menjalankan regulasi negara.
Ulama harus mampu memahami persoalan-persoalan regulasi dan juga memberikan
pemikiran dalam konteks amar makruf nahi munkar.
Maka, tidak diragukan
lagi, bahwa ulama dituntut untuk mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang ada yang diproduk oleh ulama
ke dalam sistem negara, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial,
budaya dan sebagainya.
Harus timbul kesadaran
di kalangan ulama dan komunitas dayah, bahwa kita harus menjadi “perencana”
bagi kemaslahatan ummat di segala bidang. Jangan biarkan ummat direncanakan
oleh orang jahil/kafir/munafiq. Tanpa
menjadi perencana, maka kita akan menjadi orang-orang yang direncanakan.
Padahal, para ulama adalah orang-orang yang komit dengan syari’at Islam. Apa
yang sedang dilupakan oleh umat, semestinya jangan dilupakan dan atau dibiarkan
oleh ulama. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan peduli dengan kompleksitas
persoalan bangsa dan ummat ini? Kalau bukan sekarang, kapan lagi kita akan
bergerak secara massif?