Ulama dan Raja Peutua Chik Meukutop
Mesjid Pusaka, Susoh, Aceh Barat Daya. Mesjid ini dibangun oleh Toh Susoh |
Oleh Thayeb Loh Angen
Kalau Toh Susoh
mendirikan kerajaan Trumon, maka Teungku Chik Di Paloh tidak mendirikan
kerajaan, tapi wilayahnya disebut Negeri Meukutop yang berdaulat tanpa ikut
campur tangan sultan, sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh ulama tanpa
memakai sistem dinasti dan otoritas sebagaimana kerajaan.
Luas wilayah Meukutop
mulai dari Pantai Kota Lhokseumawe sekarang sampai Gunung Geureudong, persis
luas Daerah I Wilayah Samudera Pase dalam struktur pemerintahan GAM. Yaitu, kalau
dari arah barat ke timur, dari sungai Krueng Mane ke Sungai Krueng Cunda yang
muaranya ada dua. Nama asli Teungku Chik Di Paloh adalah Syekh Abdussalam. Ia
juga disebut Peutua Chik Meukutop. Mungkin dari inilah para keturunannya
memakai nama kebangsawanan, sementara ia sendiri tidak memakainya.
Persaudaraan Teungku Chik Di Paloh
Imum Silang
(belum saya temukan di mana), Teungku Chik Lhoknga (belum saya temukan di mana),
Keujruen Bendra Seubangsat (belum saya temukan di mana), Keujruen Reusep
(menurut kabar, itu kec. Trangon, Gayo Luwes, tapi saya belum ke sana), Teungku Chik di Pinto Rimba (Kec. Trumon Timur,
Aceh Selatan), Teungku Chik di Pasi (di Gampong Ie Leubue, Pidie), Teungku Chik
Toh Susoh di Meulaboh (Kec. Susoh, Abdya).
Juga, saudaranya
lagi, Teungku Chik Tuan Tapa, Aceh Selatan.
Saya lihat panjang makamnya sekitar lima belas meter. Saya tidak tahu, apakah
memang sepanjang itu makamnya sejak awal, atau ada yang memindahkan batu nisan
itu agar ada kesan seolah-olah orang yang dimakamkan di sana tingginya luar
biasa supaya sesuai dengan legenda besarnya Tapak Teungku Chik Tuan Tapa serta
legenda pembubuhan naga.
Saudaranya yang
lain adalah Raja Ilang di Takengon, Aja Sunteng, Mamang Dua Jat yang dikenal
dengan nama Putroe Ijo di Takengon, Tu Praja Padang (ada kemungkinan ia adalah
orang yang sama dengan Toh Susoh karena saat Toh Susoh membangun mesjid di
sana, penghuninya sebagian besar orang-orang dari Minang), Keujruen Teumieng
(anaknya Ulee Balang Kuala Simpang), Keujruen Blang Riek di Buloh Blang Ara,
dll.
Dari beberapa
hasil perjalanan, saudara yang dimaksudkan oleh Teuku Nurdin, bisa saja bukan
saudara kandung, tapi ipar, saudara angkat, saudara seperguruan, dan
semacamnya. Saya sudah menuju makam Teungku Chik Di Pasi, penjaganya mengatakan
bahwa ia cucu dari Sultan Malikussaleh, dan tidak menyebutkan tentang Tengku
Chik Di Paloh.
Aceh harus
meluruskan sejarahnya yang sudah dicampur dengan mitos-mitos supaya dapat
menguak kembali rahasia pemikiran indatu untuk kita terapkan. Bahayanya
mengkultuskan seseorang adalah akan membuat kita yang manusia biasa akan merasa
sangat berjarak dengan tokoh tersebut.
Kolam Putroe Aloh, Susoh, Aceh Barat Daya. Kolam ini disebut dalam legenda Hikayat Teuku Malem Diwa 2 |
Di masa Aceh
berjaya, ulama dan raja bersatu memimpin rakyat, ulama bisa menjadi atau
menasehati raja, raja dapat meminta bantuan ulama. Ulama dapat mempengaruhi
kebijakan raja, bukan sebaliknya. Apakah itu dapat kembali sekarang? Setelah
beberapa tahun menggeluti dunia kebudayaan, saya dapat sebuah kesimpulan bahwa
kejayaan orang-orang di di masa silam yang kita sebut indatu adalah semata-mata
milik mereka, kita tidak mewarisi apa-apa.
Kita harus
berusaha sendiri sekeras usaha para indatu supaya dapat membentuk kejayaan baru
yang menjadi bahan sejarah dan acuan generasi mendatang sebagaimana kita
lakukan terhadap para pendahulu. Allah tidak mengubah nasib seseorang atau
sebuah bangsa kalau mereka sendiri tidak mengubahnya. Tidak ada bangsa tanpa
sejarah.
Thayeb Loh Angen, aktivis Kebudayaan di
Pusat Kebudayaan Aceh-Turki (PuKAT)