Thaliban Aceh Siap Memperkuat Peran HUDA
Tgk Hasbi Albayuni |
“Kita
berharap HUDA ke depan agar mampu memperkuat jaringan dalam skala lokal,
regional dan juga internasional. Selain itu, kita juga berharap agar HUDA bisa
menjadi mitra kritis pemerintah sehingga suara kita didengar oleh pemerintah
dan para pengambil kebijakan dibawahnya.”
---Tgk
Hasbi Albayuni---
Ketua RTA
EKSISTENSI Rabithah Thaliban Aceh (RTA) tidak bisa dipisahkan dari pergerakan dan kiprah Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA). RTA secara tidak langsung merupakan anak-anaknya Abu pengurus HUDA. Di sisi lain, RTA juga berperan besar di awal kelahiran HUDA. Bahkan, Sekjend HUDA, Tgk.H.Faisal Ali juga merupakan ketua RTA periode kedua pasca Tgk Bulqani Tanjungan.
Tgk,
bisa diceritakan sedikit sejarah lahirnya HUDA dan kaitannya dengan RTA?
HUDA
berdiri pada 19 September 1999. Proses terbentuknya HUDA dimulai dari rapat
kecil di Dayah Darul Istiqamah Bireuen pada saat acara silaturahmi dengan Abu
Muhammad Kasim TB yang dihadiri oleh Abu Panton (Tgk. H.Ibrahim Bardan), Abu
Adam (Sampoinet), Tgk H.Faisal Ali, Tgk H. Anwar Usman, Tgk H. Bulqaini Yahya,
Tgk. Iskandar Zulkarnain, M.Si dan lain-lain sebagainya. Beberapa nama ini
merupakan pengurus RTA saat itu.
Dalam
rapat tersebut muncul gagasan untuk membentuk sebuah organisasi Ulama yang
menghimpun ulama-ulama dayah di Aceh sebagai organisasi yang bisa memayungi
semua ulama-ulama dayah dan balai pengajian.
Apa
landasan awal berdirinya HUDA?
Saat
itu di Aceh sedang terjadi konflik keamanan sehingga komunikasi antar ulama
sulit terlaksana. Selain itu juga banyak ulama yang pindah dan mengungsi
sehingga banyak dayah yang terbengkalai. Sementara para ulama terlibat konflik
kepentingan antara pemerintah RI dan GAM yang meminta para ulama mengambil
sikap.
Lalu?
Abu TB
Bireun bertanya kepada para ulama yang hadir perlunya berdiskusi dgn Abu Syekh
Marhaban Krueng Kalee dan Abu Adnan Bakongan, Abu Haji Syahbuddin Keumala, Abuya
Prof. Dr.H. Muhibbudin Waly dan Abu M.Saleh Arun. Setelah diskusi itu maka dibentuklah
tim kecil yang bertugas untuk menyampaikan perihal keinginan tersebut kepada
para ulama, yang diketuai oleh Abu Panton. Tim inilah yang bertugas untuk
berkeliling menemui ulama-ulama yang tersebar di beberapa tempat di Aceh dan
juga Sumatera Utara dengan menggunakan mobil Sporty milik Tgk H.
Abdullah Umar.
Siapa
saja yang berangkat saat itu?
Adapun
tim yang berangkat antara lain adalah, Abu Panton, Tgk H.Baihaqi Yahya. Saat
itu semua Abu-abu sepuh yang dikunjungi menyatakan setuju atas ide untuk
mendirikan organisasi ulama yang handal sebagai badan kontak ulama dayah
se-Aceh.
Lewat
organisasi ulama ini, diharapkan ulama
dayah Aceh saat itu yang menurut istilah Almarhum Abu Panton seperti baterai
yang sudah kurang arus, tidak bisa berbuat karena konflik yang berlangsung di
Aceh. Maka dibutuhkan wayer yang bisa menghubungkan arus antara satu batre
dengan batre yang lain sehingga arusnya menjadi kuat dan bisa menghidupkan
lampu dan mesin sehingga bisa menerangi kegelapan Aceh saat itu. Maka demikian
pula organisasi ulama, dibutuhkan organisasi ulama untuk bisa mempersatukan
para ulama dayah se-Aceh agar memiliki kekuatan. Maka saat itu dibentuklah
panitia musyawarah ulama.
Siapa
saja saat itu terlibat sebagai panitia Musyawarah ulama untuk mendirikan HUDA?
Struktur
kepanitiaan musyawarah saat itu dipercayakan sepenuhnya kepada Rabithah
Thaliban Aceh (RTA) yang saat itu diketuai oleh Tu Bulqaini Tanjungan yang saat
ini memimpin dayah. Selain Tu Bulqaini, juga terlibat penuh Tgk.H.Baihaqi
Yahya, Tgk H.Faisal Ali, Tgk Husaini Seulimum, Tgk.H.Anwar Usman, Tgk Nur
Khalis Syiah Kuala, saya sendiri (Tgk Hasbi Albayuni, red) yang saat itu
menjabat sebagai wakil komandan Ansarullah yang bertanggungjawab sebagai tim
pengamanan musyawarah ulama di Syiah Kuala pada 19 September 1999. Selain itu
ada Tgk Ali Imran Nurdin, Tgk Akmal Abzal, Tgk Amirullah Djakfar, Iskandar
Zulkarnen dan lain-lain sebagainya.
Apa
harapan Tgk sebagai ketua RTA saat ini kepada HUDA?
Kita
berharap HUDA ke depan agar mampu memperkuat jaringan dalam skala lokal,
regional dan juga internasional. Selain itu, kita juga berharap agar HUDA bisa
menjadi mitra kritis pemerintah sehingga suara kita didengar oleh pemerintah
dan para pengambil kebijakan dibawahnya.
Kita juga
berharap agar HUDA menjadi organisasi ulama yang paling terdepan dalam
mengcounter isu-isu socsal kemasyarakatan, adat, agama dan politik.
Harapan
lainnya?
Kita
juga berharap agar HUDA semakin kuat dalam mepertahankan ideologi Ahlu Sunnah
wal Jama’ah di Aceh dari serangan-serangan aliran diluar Ahlusunnah wal
jama’ah yang hari ini kian berkembang di Aceh serta mendapat simpati yang luar
biasa dari sebagaian masyarakat Aceh yang gamang memahami ajaran Islam dan
akidah Ahlu Sunnah wal jama’ah. Aliran-aliran menyimpang dari akidah Ahlu
Sunnah wal jama’ah menjadi cepat
berkembang karena disebabkan banyaknya support dana yang mereka terima
dalam menjalankan organisasinya dari negara kaya dan LSM-LSM asing yang
mensponsori aliran tersebut.
Apakah
RTA siap memperkuat peran HUDA?
Siap,
dan siapapun nanti yang menjadi pengurus RTA harus juga siap membantu
kerja-kerja HUDA.
Secara
khusus, apa harapan Tgk terhadap dayah-dayah di Aceh?
Kita
berharap agar dayah-dayah di Aceh bisa menjadi bagian dari masyarakat.
Maksudnya?
Ya,
dayah harus menjadi bagian dari masyarakat dengan cara menghilangkan
sekat-sekat dan pagar pembatas antara masyarakat dengan dayah. Artinya, dayah
harus eksis membina masyarakat sekitar dayah serta berperan aktif menyelesaikan
persoalan-persoalan mereka agar keberadaan dayah semakin diperhitungkan.
Harapan
lain Tgk terhadap dayah?
Selain
itu, menurut saya, dayah juga perlu menggalakkan kembali pembelajaran Ilmu
Tajwid, Tahsinul Quran dan Qiraah sehingga ke depan alumni dayah bisa
menjadi Imam-Imam mesjid pusat kabupaten kota dan provinsi, sekaligus menjadi
khatib yang fashih dan handal dalam retorika dan penyampaian materi
khutbah.
Apa
usulan kebijakan Tgk untuk kemajuan dayah-dayah di Aceh?
Kita
berharap hendaknya dibuat secara spesifik dayah-dayah dalam suatu jenis keilmuan
yang menjadi ciri khas atau trade mark suatu dayah. Misalnya ilmu tajwid,
Tahsin dan Qiraah di dayah mana, Ilmu Manthiq dimana, Tauhid, Ulumul
Hadist, Ulumul Quran dan sebagainya. Dengan ini, diharapkan
santri-santri bisa menimba ilmu di semua dayah sehingga dalam paham mereka
tidak mengkultuskan sebuah dayah tempat ia belajar.
Pada akhirnya kita berharap
agar ukuwah Islamiah antar santri-santri dan abu-abu dayah di Aceh semakin
bertambah erat. Amiin. (teuku zulkhairi)