Ditemukan, Gua Perekam Riwayat Tsunami Ribuan Tahun di Aceh
San Francisco : Sejarah akan
mengingat hari saat Bumi berguncang hebat. Pada 26 Desember 2004, gempa bumi
bawah laut berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Samudera Hindia di lepas
pantai Sumatera Utara, Indonesia. Lindu memicu tsunami 30 meter. Lebih dari
230.000 orang tewas dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Namun, tak ada catatan sejarah yang
merekam gempa dahsyat serupa pada masa lalu. Dan baru-baru ini diketahui,
justru alamlah yang menyimpan riwayat.
Ilmuwan menemukan sebuah gua di pesisir
barat laut Sumatera, di Aceh, yang secara mengagumkan merekam kejadian tsunami
dahsyat yang pernah terjadi di Samudera Hindia. Sejak ribuan tahun lalu.
Gua kapur yang berada dekat Banda Aceh
ternyata menyimpan deposit pasir yang dielak paksa oleh gelombang raksasa --
yang dipicu gempa selama ribuan tahun. Para ahli menggunakan situs itu untuk
membantu menentukan frekuensi bencana -- seperti peristiwa 26 Desember 2004.
Caranya, dengan melakukan pengukuran
usia sedimen tsunami yang berada di dalam gua. Yang pola lapisannya mudah
dilihat, di antara lapisan kotoran kelelawar.
"Pasir tsunami terlihat jelas
karena dipisahkan lapisan kotoran kelelawar. Tak ada hal yang membingungkan
saat penentuan lapisan," kata ahli Dr Jessica Pilarczyk dalam pertemuan
terbesar ahli geologi dunia, American Geophysical Union (AGU) Fall Meeting di
San Francisco, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Kamis
(12/12/2013).
Dr Jessica Pilarczyk adalah bagian dari
tim riset yang dipimpin Prof Charles Rubin dari Earth Observatory of Singapore
-- sebuah institut di Nanyang Technological University Singapura.
"Sebuah kerja lapangan yang
menarik. Aku tidak berbohong kepada Anda. Kelelawar menjadi sangat agresif
ketika manusia mengganggu habitat mereka. Tapi dari sudut pandang geologi, gua
ini memiliki stratigrafi (lapisan) yang paling menakjubkan," tambah dia.
Kedekatan Sumatera dengan perbatasan lempeng tektonik Indo-Australia dan Sunda. Gempa dahsyat sering terjadi di sana, dan itu berarti wilayah pesisirnya berisiko diterjang gelombang.
Dengan mengetahui seberapa sering itu
terjadi sangat penting untuk perencanaan dan kebijakan di wilayah terdampak.
Gua di Aceh berada sekitar 100 meter
dari zona cipratan pasang tertinggi saat ini. Liang masuknya sedikit meninggi,
itu yang mencegah air laut masuk -- kecuali tsunami dan badai yang parah.
Dr Pilarczyk dan para koleganya menggali
parit di dalamnya, untuk menguak sejarah tsunami yang tercatat di dalamnya.
Para ilmuwan tahu mereka sedang melihat
endapan tsunami di dalam parit itu. Apalagi, mereka dapat menemukan serpihan
sedimen organisme dasar laut seperti foraminifera mikroskopis .
7-8 Tsunami
Investigasi masih berlangsung, namun
tim yakin, gua itu menyimpan deposit dari 7-10 tsunami. Dari sisi geometri gua,
diduga tsunami-tsunami itu dipicu oleh gempa dengan kekuatan 8 skala Richter
atau lebih.
Sementara, menentukan usia deposit
dilakukan dengan analisis radiokarbon serpihan organisme yang ada di sana --
seperti moluska dan serpihan arang. Bahkan sisa-sisa serangga dimakan oleh
kelelawar juga diteliti.
Saat ini, gua dipenuhi pasir dan
kotoran kelelawar. "Deposit tsunami 2004 benar-benar membanjiri gua
itu," kata Prof Charles Rubin.
Namun, gua tersebut menyimpan lapisan
deposit dari 7.500 sampai 3.000 tahun lalu.
"Gua pesisir ini adalah 'gudang'
yang unik. Yang memberi petunjuk tentang yang terjadi beberapa ribu tahun lalu,
yang memungkinkan kita untuk mengetahui kapan terjadinya setiap tsunami yang
terjadi selama waktu itu," timpal Dr Pilarczyk.
Tim investigasi lainnya di sepanjang
pantai Aceh baru bisa mendapat petunjuk tsunami yang terjadi dari masa 3.000
tahun lalu hingga saat ini.
Jadi apa pentingnya studi ini?
Pengetahuan yang didapat dalam riset
teranyar adalah tsunami-tsunami terbesar tidak terjadi dalam jeda waktu
tertentu. Bisa jadi ada jeda panjang, namun ada juga peristiwa besar yang
terpisah hanya beberapa dekade.
Sementara, peneliti yang lain, Prof
Kerry Sieh mengatakan, ini adalah kisah tentang peringatan alam.
"Tsunami 2004 mengagetkan semua
orang. Mengapa? Karena tak ada yang melihat ke belakang, mencari tahu seberapa
sering peristiwa itu terjadi," kata dia.
"Bahkan, karena orang-orang tak
punya catatan sejarah bencana seperti itu terjadi, mereka pikir itu tidak
mungkin. Tidak ada yang siap, tak seorang pun bahkan pernah
membayangkannya," kata Prof Kerry Sieh.
Jadi, tambah dia, alasan tim ilmuwan
melihat sejarah adalah untuk mempelajari bagaimana Bumi bekerja. Untuk mencari
pertanda. Sebab, sejarah bisa jadi berulang. (/bbc/Liputan6.com)