Jamaah Majelis Ta’lim Asy-Syifa Pimpinan Abon Buni Semakin Membludak
“Kalau kita menyentuh hatinya, maka kita akan
bisa menundukkan anggota badan dan lisan para jamaah.”
-- Abubakar bin Usman (Abon Buni) --
Pimpinan Majelis Ta’lim Asy-Syifa
Jamaah Majlis Ta'lim Abon Buni |
Laporan Teuku Zulkhairi
SIANG itu, Senin
(1/7/3013), saya bersama beberapa rekan media berkesempatan berdiskusi
panjang dengan
Abon Buni. Beliau adalah salah seorang ulama kharismatik jebolan Dayah
MUDI Mesjid Raya Samalanga, Kabupaten
Bireuen. Nama lengkapnya adalah Tgk. H. Abubakar bin Usman.
Abon Buni, yang saat ini memimpin
Dayah Ashabul Yamin di Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, saat ini aktif membina
belasan majelis ta’lim di sejumlah kabupaten di Aceh. Majelis-majelis ini terus
berkembang kian pesat, dengan jumlah jamaah mencapai 400 sampai 500 orang
setiap majelis.
Abon
Buni menceritakan, majelis ta’lim
binaannya yang berpayung di bawah
nama “Asy-Syifa”
mulai dirintisnya sejak 12 tahun
lalu.
Banyak kisah mengharukan yang dilaluinya dalam membina perkumpulan “para pencari Tuhan” itu.
Bahkan,
menurut Abon Buni, di awal-awal dirinya merintis majelis ta’lim,
banyak suara sumbang yang sinis atas usaha dakwahnya tersebut. Tapi Abon Buni terus
melangkah memperbaiki umat dengan keyakinan.
Menurutnya, hanya
dengan proses ta’lim, umat bisa diperbaiki dan diarahkan untuk
mencintai agamanya.
Abon Buni mengatakan, keinginannya
berdakwah dengan metode majelis ta’lim berawal dari keprihatinannya terhadap
fakta mulai rendahnya keinginan masyarakat untuk belajar di dayah, yang
kemudian berdampak pada merajalelanya kebodohan umat dalam memahami agama.
Semakin membludak
Berbekal semangat untuk berdakwah dan
mengabdikan ilmunya kepada masyarakat, Abon Buni kemudian membuka pengajian
rutin kepada masyarakat di sekitar Dayah Ashabul Yamin, Paya Bakong. Pada
awalnya, pengajian ini hanya puluhan jamaah saja.
Namun, dengan izin Allah Swt dan kerja
kerasnya, jamaah majelis ta’lim binaan Abon Buni yang kemudian diberinama “Asy-Syifa”
ini terus berkembang pesat. Karena jamaah terus membludak dan atas permintaan masyarakat, Abon Buni memutuskan memperluas titik
pengajiannya ke Gampong Mee Kecamatan Matangkuli Aceh Utara.
Dalam perjalanannya, majelis ta’lim
“Asy-Syifa” terus berkembang pesat ke beberapa kecamatan lainnya. Beberapa
pimpinan dayah di Aceh Utara, seperti Tgk H.Sirajuddi Hanafi, Tgk Abdul Manan,
Tgk Mukhtarriza, dan lainnya, ikut serta mengembangkan metode pengajian melalui
majelis ta’lim yang dirintis oleh Abon Buni ini.
Kini, setelah 12 tahun perjuangan, majlis
ta’lim “Asy-Syifa” telah melintasi wilayah Aceh Utara sampai Aceh Timur, dengan
titik-titik seperti di Matangkuli, Brandang, Lhok Nibong, Idi, Aceh Timur, dan lainnya.
Abon Buni dan para pimpinan dayah lainnya, saat ini juga sedang merintis majelis ta’lim ini hingga
ke Pidie Jaya.(***)
Konsep Abon dalam Membina Majlis Ta’lim
DALAM diskusi hampir 3 jam bersama kami,
Buni Abon mengkisahkan konsep beliau dalam membina majelis ta’lim, terutama tentang cara
bagaimana beliau membuat jamaah tetap betah mengikuti pengajiannya. Abon Buni menuturkan,
strateginya dalam mengajar dan membuat jamaah betah, adalah
lebih karena materi-materi yang disampaikan lebih kepada
sentuhan hati.
Abon
memaparkan, bahwa Ibnu Adam (Manusia) itu memiliki tiga unsur dasar, yaitu
jawarih (anggota badan), qalbu (hati), dan lisan
(lidah). “Kalau
kita menyentuh hatinya, maka kita akan bisa menundukkan anggota badan dan lisan
para jamaah,”
kata Abon.
“Proses ta’lim harus lebih menitik beratkan
dengan materi-materi yang menyentuh hati dan
dikolaborasi
dengan akidah. Selama
13 tahun berdakwah di Mekkah, Rasulullah fokus pada
sentuhan hati dan penguatan akidah. Baru di 10 tahun di periode Madinah beliau
mendakwahkan Syari’ah (Fikih),” imbuh Abon.
Konsep inilah yang dilakukan Abon
dalam membina majelis ta’limnya.
Abon mengajari tauhid dan menyentuh hati jamaahnya selama lebih kurang lima
tahun, baru kemudian Abon memberikan materi-materi tentang fikih.
Perlu diketahui juga bahwa Abon menjelaskan materi
fikih
secara filosofis. Misalnya, saat membedah bab thaharah dan ibadah,
penjelasan yang diberikan harus komperhensif dan filosofis. Saat memberikan
materi tentang ibadah, sebelum masuk dalam bahasan utama, Abon terlebih dahulu menguraikan
bahasan yang komprehensif.
Misalnya dengan bahasan bahwa manusia itu memiliki
empat keinginan besar yang harus dipenuhi, dan semua keinginan ini diberikan
aturan atau kewajiban oleh Islam. “Misalnya manusia
memiliki keinginan seperti kebutuhan mengisi perut, dan dalam memenuhi
kebutuhan ini manusia diatur oleh Islam dalam aturan yang terdapat dalam
bahasan mu’amalat,” ujarnya.
“Saat manusia menginginkan keamanan, maka Islam
memberikan aturan jinayah. Saat manusia menginginkan pemenuhan kebutuhan
biologis, maka Islam menyediakan hukum munakahat. Ketika manusia
butuh ketenangan batin, maka kemudian Islam menganjurkan kita untuk
beribadah,” tambahnya.
Menurutnya, pemaparan materi
fikih seperti ini akan membuka wawasan dan lebih menarik bagi
jamaah.
Lalu
bagaimana Abon menghimpun materi pengajian dan bagaimana pula cara beliau menyamapaikan
setiap materinya? Menurut Abon, jamaah pengajian akan lebih puas dengan
pengajian yang tidak terpaku pada teks dan kitab. Artinya, bahasan yang akan
dibahas kepada para jama’ah harus sudah ada dalam kepala, tanpa harus melihat kitab
lagi. “Mirip
seperti kuliah umum di perguruan tinggi,” kata Abon.
Dalam
menyampaikan materinya, Abon selalu menulis setiap catatan-catatan pentingnya
di papan tulis. “Ini
penting agar masyarakat menjadi mudah dalam mencerna,” jelas Abon.
Abon
menceritakan, bahwa sebelum mengisi pengajian di Majlis Ta’limnya, ia harus
membaca puluhan kitab dengan berbagai ragam keilmuan. Jika saat membaca
kita-kitab tersebut terdapat ada hal-hal baru yang
di luar
sepengetahuannya selama ini, maka Abon langsung mencatatnya di buku catatan
harian pengajian.
Catatan-catatan
penting ini kemudian disampaikannya kepada para jamaah dan
dengan mengkombinasikannya dengan jenis bahasan lainnya. “Jadi, banyak membaca dan mengkaji berbagai
kitab karya para ulama adalah kunci utama untuk suksesnya mengisi
pengajian majlis
ta’lim,”
terang Abon.
Abon
pun mengajak para dai-dai muda dan seluruh kalangan dayah
lainnya untuk memperkuat pembinaan majelis ta’lim.
Abon mengatakan, “Ilmu itu akan bertambah jika diinfakkan,
sementara harta akan berkurang setelah diinfakkan.
Jadi kita
harus terus mengajari masyarakat yang diliputi oleh awan kebodohan ini.”
Abon juga mengatakan,
siapa saja yang mengamalkan ilmu yang sudah didapatinya, maka Allah akan
mempermudah jalan baginya untuk memperoleh ilmu yang lain. “Jadi,
kita juga harus mengamalkan setiap ilmu yang sudah
kita peroleh. Ini kunci utama juga agar jangan sampai kita hanya bisa
mendakwahkan orang lain, sementara kita sendiri tidak menjalankan apa yang kita
dakwahkan,” demikian disampaikan Tgk. H. Abubakar bin Usman.
Tgk Marhaban Habibi, Pendamping Setia Abon Buni
TGK Marhaban Habibi adalah
sosok penting lain di balik kesuksesan pengajian Asy-Syyifa yang dirintis Abon Buni. Bagi Abon Buni, Tgk
Marhaban Habibi adalah sosok ulama muda special, karena pemikiran beliau
selalu seide dan sekata dengan Aboni. Bahkan, Abon memberi lakab baru bagi Tgk
Marhaban Habibi dengan panggilan “Waled Cut”, sebuah panggilan penghormatan
untuk menghormati ilmu beliau yang usianya masih sangat muda.
Tgk
Marhaban Habibi S.Pd.I bin Tgk Abdul Manan yang tinggal di Gampong Nga Kecamatan Paya
Bakong, adalah
ulama muda yang aktivis alumnus Dayah Darul Ulum Abu Tanoh Mirah dan Dayah
Babussalam Matangkuli. Selain itu, ia juga pernah belajar di luar negeri
seperti di Ma’had An-Nahzah Cempedak, Kedah Malaysia, dan Darul Ulum
Alhusainiah Shahdadpur, Pakistan. Tgk Marhaban meraih gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPdI) di Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN)
Malikussaleh Lhokseumawe.
Tgk Marhaban atau Waled Cut ini setia
selalu mendampingi Abon Buni dalam berdiskusi dan
bertukar pikiran. Waled Cut memiliki konsep yang matang dalam berdakwah dan
mengisi berbagai majelis ta’lim
di Aceh Utara. Tak jarang Abon mempercayai Waled Cut untuk menggantikan dirinya mengisi
majelis ta’lim, jika
suatu waktu dirnya kelelahan atau karena padatnya jadwal pengajian.
Ada beberapa motto yang dipegang Waled Cut dalam menjalani hidup. Di antaranya, “Dengan pola hidup sederhana dan keikhlasan,
lebih mudah untuk mengabdi dan berbakti.” Serta “Hidup tabah akan
berbuah keberhasilan, dan kejujuran akan melahirkan kepercayaan.”
Eksistensi
Waled Cut yang pernah menjadi anggota MPU Aceh Utara ini adalah sisi lain dari
semakin menggeliatnya majelis ta’lim
di Aceh Utara. Waled Cut juga semakin menegaskan eksistensi
ulama
muda dalam membina masyarakat.
Waled
Cut bersama Abon dan para ulama lainnya di Aceh Utara terus bergerak
memperbaiki moral ummat dengan metode ta’lim yang
menyentuh langsung ke hati.
Mereka adalah orang-orang yang bekerja karena Allah.
Masih banyak Abon Buni dan Waled Cut lain yang terus bekerja untuk menegakkan
agama Allah di Tanah Aceh, Tanah Serambi Mekkah ini.