Keharusan Mengkritisi Informasi
Oleh Saifullah M.Yunus, Lc, MA
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS.
Al-Hujurat: 6)
INFORMASI
merupakan sebuah berita yang
disampaikan mengenai sesuatu maupun seseorang yang terjadi pada masa lampau,
sekarang dan yang akan datang. Informasi sangat dibutuhkan seseorang agar ia
menentukan sikapnya terhadap benda atau orang yang sedang diberitakan. Seorang
lelaki yang jatuh hati kepada seorang perempuan akan mencari informasi seputar
perempuan tersebut agar ia dapat menentukan sikap apakah perempuan tersebut
dapat dijadikan pendamping hidupnya atau tidak. Seorang pembeli mobil akan
mencari informasi seputar mobil yang ingin dibelinya untuk menentukan sikap
apakah mobil tersebut dapat dibelinya atau tidak. Begitulah seterusnya berlaku
bagi hal-hal yang lain.
Disamping
informasi mengenai benda atau orang, ada juga informasi mengenai agama, ilmu
maupun perisitiwa. Dengan demikian jelaslah bahwa informasi adalah sebuah
berita yang berkenaan dengan apa saja yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
menentukan sikapnya.
Begitu
esensinya sebuah informasi bagi seseorang, maka informasi tersebut jangan
sampai salah agar tidak salah dalam mengambil sikap dan keputusan. Oleh karena
itu, ada satu pertanyaan yang sangat penting dijawab yaitu apakah cara yang
paling tepat untuk mengetahui bahwa informasi itu benar dan akurat?
Rujukan
yang paling mudah untuk menjawab pertanyaan di atas adalah mengacu kepada
metode periwayatan hadits Rasulullah Saw. Secara historis tercatat bahwa para sahabat
diwanti-wanti oleh Rasulullah Saw dalam meriwayatkan suatu hadits yang
disandarkan kepadanya, beliau mengingatkan para sahabat dalam sebuah hadits
yang sangat populer bahkan para ulama hadits menggolongkannya sebagai hadits
mutawatir:
عن المغيرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلّم يقول
"إنّ كذبا عليّ ليس ككذب على أحد، من كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من
النار" (رواه البخاري)
Artinya:”Dari
al-Mughirah ra. berkata:”Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:”Sesungguhnya berbohong
atasku tidak sama seperti berbohong atas orang lain, barangsiapa yang sengaja
berbohong atasku maka tempatnya di neraka”
(HR. Bukhari)
Dalam hal berbicara dimana salah
satunya menyampaikan suatu informasi Rasulullah Saw memberi tuntunan dalam
sabdanya yang lain:
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلّى
الله عليه وسلّم :".......ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو
ليصمت" (رواه البخاري)
Artinya:”Dari Abu
Hurairah ra. berkata:”Rasulullah Saw bersabda,…dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat agar mengucapkan yang baik-baik atau diam”(HR. Bukhari)
Dalam hadits di atas
Rasulullah Saw memerintahkan umatnya untuk berbicara hal-hal yang baik, jika
tidak mampu mengucapkan hal-hal yang baik maka diam lebih baik baginya. Diam
lebih baik daripada ucapan itu tidak bermanfaat apalagi mengandung fitnah.
Fitnah lebih berbahaya daripada membunuh karena dengan fitnah jumlah orang yang
terbunuh tak terhingga sedangkan pembunuhan itu sendiri hanya terjadi terhadap
satu orang atau beberapa orang yang dapat diketahui jumlahnya.
Kembali kepada pokok
persoalan, bagaimana cara menentukan suatu informasi benar dan akurat. Jika
merujuk kepada cara periwayatan hadits maka kategori hadits yang paling shahih
adalah jika pihak yang meriwayatkan hadits itu memenuhi lima ciri yaitu
bersambung sanadnya (jalur penyampaiannya), kuat ingatan atau catatannya, adil,
tidak ada cacat dan tidak syaz (kontradiktif dengan riwayat yang lebih kuat
daripadanya).
Dari lima ciri perawi
hadits di atas, yang perlu dicermati adalah syarat adil. Yang dimaksud dengan
adil adalah orang yang meriwayatkan hadits tersebut terpelihara agamanya secara
sempurna, terhindar dari sifat fasik dan terpelihara dari sifat yang
meruntuhkan muruahnya. Yang dimaksud dengan fasik adalah orang yang melakukan
maksiat dan menyimpang dari agamanya, seperti orang yang tidak terpelihara
shalatnya. Meninggalkan salah satu waktu shalat apalagi meninggalkannya berulang
kali sudah cukup untuk menggolongkannya sebagai orang fasik yang tidak boleh
diterima hadits darinya, di antara sifat orang fasik yang lain adalah
berbohong. Sedangkan yang dimaksud dengan muruah adalah orang yang berakhlak
mulia seperti jujur dalam ucapannya dan terpelihara dari sifat tercela seperti
mencaci maki.
Demikianlah
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi hadits agar haditsnya
diterima.
Sehubungan dengan ini
Allah Swt mengingatkan hamba-Nya agar berhati-hati dan meneliti suatu informasi
yang disampaikan oleh orang fasik sehingga tidak menimbulkan penyesalan di
kemudian hari.
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS.
Al-Hujurat: 6)
Ayat di
atas diturunkan kepada seorang sahabat bernama Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi
Mu’aithin dan ini sebagai contoh peristiwa yang terjadi akibat informasi yang
salah dan dampak negatif darinya.
Sa’id
meriwayatkan dari Qatadah ia berkata:”Suatu ketika Rasulullah Saw mengirim
seorang delegasinya yang bernama Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi Mu’aithin kepada
Kaum Bani Musthaliq untuk mengutip zakat dari mereka, pada saat Al-Walid
mendekati pemukiman mereka, mereka pun bergegas untuk menemuinya, namun Al-Walid
takut dan akhirnya berlari dan kembali kepada Rasulullah Saw lalu memberitahu
beliau bahwa Bani Musthaliq telah murtad. Kemudian Rasulullah Saw mengutus
Khalid bin Walid untuk mengecek informasi yang disampaikan Al-Walid seraya
menyuruhnya untuk memastikan dan agar tidak terburu-buru menilai. Setibanya
Khalid ke pemukiman Bani Musthaliq,
mereka memberitahu Khalid bahwa mereka masih berpegang teguh kepada agama Islam
dan Khalid sendiri mendengar azan di kalangan mereka serta menyaksikan mereka
melaksanakan shalat, maka Khalid pun kembali kepada Rasulullah Saw dan
memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi, maka turunlah ayat di atas. Ketika
itu Rasulullah Saw bersabda:”Meneliti suatu informasi itu perintah dan jalan
Allah sedangkan terburu-buru merupakan sifat Setan”
Dalam
riwayat versi kedua dari Yazid bin Ruman disebutkan bahwa ketika Bani Musthaliq
melihat Al-Walid dari jarak jauh dan hampir tiba di pemukiman mereka, mereka
pun menuju ke arahnya, Al-Walid menyangka bahwa mereka hendak membunuhnya
karena di antara mereka terdapat permusuhan pada masa Jahiliyah. Melihat Bani
Musthaliq menuju ke arahnya, Al-Walid lari dan kembali kepada Rasulullah Saw
dan memberitahu beliau bahwa Bani Musthaliq hendak membunuhnya dan menolak
membayar zakat. Mendengar informasi Al-Walid, Rasulullah pun hendak memerangi
mereka namun di saat mereka sedang mempersiapkan peralatan perang, tibalah
utusan dari Bani Musthaliq yang memberitahukan bahwa mereka mendengar ada
utusan beliau yang diutus kepada mereka untuk mengutip zakat dan telah melihat
Al-Walid yang hampir tiba ke pemukiman mereka. Ketika itu mereka keluar untuk
menyambut kedatangan Al-Walid sebagai penghormatan namun Al-Walid lari dan
kembali kepada Rasulullah Saw. Bani Musthaliq juga memberitahu Rasulullah Saw
bahwa mereka mendengar informasi yang salah dimana Al-Walid mengatakan bahwa
mereka ingin membunuhnya, padahal mereka keluar untuk menjemputnya. Maka ketika
itu turunlah ayat di atas.[1]
Di
tengah-tengah krisis manusia yang amanah di zaman modern ini sehingga sulit
menemukan orang-orang yang jujur dan hanya berbicara yang baik-baik atau lebih
memilih diam daripada berbicara namun tidak benar bahkan mengandung fitnah dan
pesatnya kemajuan media informasi seperti saat ini sehingga sulit sekali
memilah-milah antara informasi yang benar dan yang salah, mana yang betul-betul
terjadi dan sesuai fakta dan mana yang mengandung fitnah dan dusta.
Pesatnya
kemajuan teknologi informasi menyebabkan sebuah informasi menyebar ke seluruh
penjuru dalam hitungan detik, dengan berbagai latar belakang pihak yang menyampaikannya.
Menyalahkan kemajuan teknologi informasi merupakan sikap yang tidak bijak dan
menyebabkan kita terbelakang dan ketinggalan zaman. Demikian pula menyalahkan
pihak-pihak yang menyampaikan informasi yang salah tentu tidak akan didengar
dan dituduh melanggar hak asasi manusia.
Oleh
karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti tuntunan ajaran Islam sesuai
dengan ayat yang telah disebutkan di atas yaitu berhati-hati dalam menerima
sebuah informasi dengan meneliti apakah orang yang menyampaikan informasi itu
adil sesuai dengan definisi yang telah disebutkan, jika seseorang tidak
memiliki kemampuan meneliti dan tidak mengenal sosok penyampai informasi maka
cara terbaik adalah tidak menyebarkan berita tersebut sampai ia memastikan
bahwa pembawa informasi itu adalah orang yang adil. Dalam kondisi seperti itu
diam lebih baik baginya daripada berucap namun tidak benar apalagi mengandung
fitnah.
Sebenarnya
mudah sekali untuk memastikan bahwa pihak penyampai informasi itu adil yaitu
dengan memastikan apakah syarat-syarat adil seperti tersebut di atas terpenuhi
padanya.
Dari
keterangan di atas dapat diketahui bahwa dalam kajian ilmu hadits untuk
menjamin validitas sebuah riwayat sangat tergantung kepada pihak yang
meriwayatkan hadits tersebut. Oleh karenanya, untuk menerima sebuah informasi
yang benar semestinya umat Islam mengenal betul pihak yang menyampaikannya
sehingga menimbulkan fitnah dan malapetaka bahkan peperangan sesama muslim.
Dalam
konteks kekinian, media informasi pada umumnya dimiliki oleh non muslim dan
orang-orang muslim fasik karena mereka menjadi sekutu non muslim dan secara
terang-terangan menyimpang dari ajaran Islam seperti memamerkan aurat,
menyebarkan gosip, menghalalkan pergaulan bebas dan bekerjasama dengan non
muslim dalam menyebarkan aliran sesat, tentu mengharuskan umat Islam untuk
lebih waspada dan berhati-hati dalam menerima dan menyikapi berbagai informasi
yang mereka sampaikan agar umat Islam selamat dari berbagai bencana dan
musibah. Semoga bermanfaat!